Nama anggi setiabudy
Nim h1a117113
Mk : pemerintah daerah
A. otonomi daerah
Otonomi daerah secara harfiah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan nomos. Autos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti aturan atau undang-undang. Sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan, daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.
Otonomi Daerah pada dasarnya sebuah konsep politik (pendapat Koesoemahatmadja, dan Miftah Thoha). Dari berbagai pengertian mengenai istilah ini, pada intinya apa yang dapat disimpulkan bahwa otonomi itu selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonom jika sesuatu itu dapat menentukan dirinya sendiri, membuat hukum sendiri dengan maksud mengatur diri sendiri, dan berjalan berdasarkan kewenangan, kekuasaan, dan prakarsa sendiri. Muatan politis yang terkandung dalam istilah ini, adalah bahwa dengan kebebasan dan kemandirian tersebut, suatu daerah dianggap otonom kalau memiliki kewenangan (authority) atau kekuasaan (power) dalam penyelenggaran pemerintahan terutama untuk menentukan kepentingan daerah maupun masyarakatnya sendiri.
Konsep Otonomi daerah yang dimunculkan melalui UU No. 22/1999 memiliki substansi otonomi yang lebih jelas di dalam kerangka negara yang demokratis (selama ini orde baru lebih dikenal dengan rejim yang otoriter, demokrasi prosedural daripada substantif) dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
Redistribusi kekuasaan Mengembalikan kewenangan pemerintah daerah yang dapat mengatur pemerintahannya sendiri ini dilakukan sebagai jawaban atas pertanyaan sentralisasi yang begitu kuat pada level pemerintah pusat.
Pemberdayaan komunitas dan pemerintahan daerah Proses redistribusi kekuasaan diikuti secara nyata dengan penyerahan urusan- urusan kepada pemerintah daerah seperti pengelolaan SDA, serta urusan lain sebagaimana digariskan dalam UU.
Efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan
Dengan ditempuhnya langkah-langkah tersebut di atas maka diharapkan dapat menciptakan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan, terjadi distribusi urusan dan kewenangan yang jelas sesuai dengan porsi dan kapasitasnya.
Harapan - harapan itu muncul seiring dengan proses reformasi 1998 yang berupaya melakukan koreksi atas berbagai praktik penyimpangan pemerintahan, khususnya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang sangat marak semasa pemerintahan Suharto. Diharapkan undang-undang mengenai pemerintah daerah yang muncul pasca reformasi dapat memberikan jawaban dan penyelesaian konkret atas pasang surut hubungan pusat-daerah yang selama ini sangat merugikan daerah.
Menurut UU No. 23 tahun 2014, bab 1 pasal 1 otonomi daerah adalah hak, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah adalah konsekuensi diterapkannya sistem desentralisasi. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi daerah seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberikan pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan memberdayakan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi danjenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antar daerah dengan daerah yang lainnya. Artinya, mampu membangun kerja sama antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah harus juga mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, terdapat 3 jenis penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi dasar bagi pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah. Asas-asas tersebut adalah desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurus urusan daerahnya sendiri berdasarkan asas otonomi. Lalu Dekonsentrasi , yaitu pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum. Kemudian yang ketiga ialah tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah provinsi kepada daerah kabupaten kota untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi.
B. Konsep Desentralisasi
Desentralisasi berasal dari bahasa Latin, yaitu De yang berarti lepas dan Centrum yang artinya pusat. Decentrum berarti melepas dari pusat. Dengandemikian, desentralisasi yang berasal dari sentralisasi yang mendapat awal de berarti melepas atau menjauh dari pemusatan. Desentralisasi tidak putus sama sekali dengan pusat, tetapi hanya menjauh dari pusat. Organisasi yang besar dan kompleks seperti negara Indonesia tak akan efisien jika semua kewenangan politik dan administrasi diletakkan pada puncak hierarki organisasi/Pemerintah Pusat karena Pemerintah Pusat akan menanggung beban yang berat. Juga tidak cukup jika hanya dilimpahkan secara dekonsentratif kepada para pejabatnya di beberapa wilayah negara. Agar kewenangan tersebut dapat diimplementasikan secara efisien dan akuntabel maka sebagian kewenangan politik dan administrasi perlu diserahkan pada jenjang organisasi yang lebih rendah. Penyerahan sebagian kewenangan politik dan administrasi pada jenjang organisasi yang lebih rendah disebut desentralisasi. Jadi, desentralisasi adalah penyerahan wewenang politik dan administrasi dari puncak hierarki organisasi (Pemerintah Pusat) kepada jenjang organisasi di bawahnya (Pemerintah Daerah).
Desentralisasi dalam pandangan Rondinelli memiliki arti yang luas yaitu mencakup :
Dekonsentrasi adalah penyerahan beban kerja dari kementerian pusat kepada pejabat-pejabatnya yang berada di wilayah. Penyerahan ini tidak diikuti oleh kewenangan membuat keputusan dan diskresi untuk melaksanakannya.
Devolusi, yaitu pelepasan fungsi-fungsi tertentu dari pemerintah pusat untuk membuat satuan pemerintah baru yang tidak dikontrol secara langsung. Tujuan devolusi adalah memperkuat satuan pemerintahan di bawah pemerintah pusat dengan cara mendelegasikan fungsi dan kewenangan. Devolusi dalam bentuknya yang paling murni, memiliki 5 ciri fundamental, yaitu sebagai beriku: (a) Pemerintah lokal bersifat otonom dan secara jelas merasa sebagai tingkatan yang terpisah dimana penggunaan kewenangan pusat atau tidak langsung; (b) Pemerintah lokal memiliki batas yang jelas dan diakusi secara sah dimana mereka memiliki kekuasaan dan menyelenggarakan fungsi-fungsi publik; (c) Pemerintah lokal berkedudukan sebagai badan hukum dan memiliki kekuasaan untuk menyelenggarakan fungsinya; (d) Devolusi mengandung pengertian bahwa pemerintah setempat adalah institusi yang menyediakan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat setempat dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berpartisipasi dalam masalah-masalah setempat; (d) Dalam devolusi terdapat hubungan timbal balik saling menguntungkan dan koordinatif antara pemerintahan pusat dan pemerintahan setempat/lokal.
Delegasi ( Pelimpahan Wewenang pada Lembaga Semi Otonom ) .Selain dalam bentuk dekonsentrasi dan devolusi, desentralisasi juga bisa dilakukan dengan cara pendelegasian pembuatan keputusan dan kewenangan administrasi kepada organisasi-organisasi yang melakukan fungsi-fungsi tertentu yang tidak di bawah pengawasan kementerian pusat. Sebagaimana diketahui bahwa dalam suatu pemerintahan terdapat organisasi-organisasi yang melakukan fungsi-fungsi tertentu dengankewenangan yang agak independent. Organisasi ini adakalanya tidak ditempatkan dalam struktur reguler pemerintah. Misal Badan Usaha Milik Negara, seperti Telkom, Bank, jalan tol, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, badan-badan otoritas. Terhadap organisasi semacam ini pada dasarnya diberikan kewenangan semi independent untuk melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya. Bahkan kadang-kadang berada di luar ketentuan yang diatur oleh pemerintah karena bersifat komersial dan mengutamakan efisiensi daripada prosedur birokratis dan politis. Pendelegasian tersebut menyebabkan pemindahan atau penciptaan kewenangan yang luas pada suatu organisasi yang secara teknis dan administratif mampu menanganinya baik dalam merencanakan maupun melaksanakan. Semua kegiatan yang dilakukan tersebut tidak mendapat supervisi langsung dari pemerintah pusat.
Privatisasi ( Penyerahan Fungsi Pemerintah Pusat kepada Lembaga Non-Pemerintah ). Desentralisasi juga dapat berupa penyerahan fungsi-fungsi tertentu dari pemerintah pusat kepada lembaga non-pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat. Bentuk ini sering dikenal dengan privatisasi. Privatisasi adalah suatu tindakan pemberian wewenang dari pemerintah kepada badan-badan sukarela, swasta, dan swadaya masyarakat atau dapat pula merupakan peleburan badan pemerintah menjadi badan swasta, misalnya BUMN dan BUMD menjadi PT. Termasuk dalam pengertian ini adalah tindakan pemerintah mentransfer beberapa kegiatan kepada kamar dagang dan industri, koperasi dan asosiasi lainnya untuk mengeluarkan izin-izin, bimbingan dan pengawasan, yang semula dilakukan oleh pemerintah. Dalam bidang sosial, misalnya pemerintah memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada lembaga swadaya masyarakat, pembinaan kesejahteraan keluarga, koperasi tani, dan koperasi nelayan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial dan kesejahteraan keluarga, petani.
Konsep desentralisasi yang diberlakukan di Indonesia telah memberikan implikasi yang sangat mendasar bukan hanya menyangkut kebijakan administrasi negara atau desentralisasi administrasi seperti yang di jelaskan sebelumnya. Namun juga menyangkut kebijakan fiskal atau desentralisasi fiskal. Dimana Desentralisasi Fiskal yaitu mencakup :
Alokasi , yaitu fungsi yang sangat terkait erat dengan kewenangan utama bagi pemerintah daerah karena menyangkut alokasi sumber-sumber ekonomi kepada masyarakat. Alokasi kepada masyarakat tersebut terutama terhadap barang publik yang nilainya relatif sangat besar tetapi swasta tidak dapat menyediakan.
Distribusi , adalah peran pemerintah dalam perekonomian dalam mendistribusikan sumber-sumber ekonomi (pendapatan) kepada seluruh masyarakat. Jadi dalam hal ini pemerintah menjamin bahwa seluruh golongan masyarakat dapat mengakses sumber ekonomi dan mendapatkan penghasilan yang layak. Fungsi distribusi ini memiliki keterkaitan erat dengan pemerataan kesejahteraan masyarakat secara proporsional dalam rangka mendorong tercapainya pertumbuhan ekonomi yang optimal.
Stabilisasi , adalah peran pemerintah dalam menjamin dan menjaga stabilisasi perekonomian secara makro (agregat) misalnya mengendalikan laju inflasi, keseimbangan neraca pembayaran, pertumbuhan dan lain - lain .Oleh karena itu fungsi ini berkaitan erat dengan fungsi variabel ekonomi makro dengan berbagai instrumen kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Dengan demikian fungsi ini lebih banyak dimiliki pemerintah pusat dibanding pemerintah daerah.
Bhenyamin Hoessein (2000:10) menjelaskan bahwa dalam rangka desentralisasi, daerah otonom berada di luar hierarki organisasi Pemerintah Pusat. Sedangkan dalam rangka dekonsentrasi, wilayah administrasi, field administration, berada dalam hierarki organisasi Pemerintah Pusat. Desentralisasi menunjukkan pola hubungan kekuasaan antar-organisasi, sedangkan dekonsentrasi menunjukkan pola hubungan kekuasaan intra organisasi. Karena itu, pola kekuasaan yang tercipta dalam desentralisasi memperlihatkan unsur keterpisahan (separateness) dan kemajemukan struktur dalam sistem politik secara keseluruhan. Setelah daerah mendapatkan penyerahan wewenang politik dan administrasi dari Pemerintah maka urusan yang diserahkan tersebut menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Untuk itu, pembiayaan penyelenggaraan desentralisasi bersumber dari APBD. Pemerintah Daerah mempertanggung-jawabkan penggunaan APBD kepada rakyat Daerah yang bersangkutan.
Dalam konteks negara kesatuan, penerapan asas sentralisasi dan desentralisasi dalam organisasi negara bangsa bukan bersifat dikhotomis melainkan sebagai kontinum. Artinya, Pemerintah Pusat tidak mungkin menyelenggarakan semua urusan pemerintahan di tangannya secara sentralisasi atau sebaliknya Pemerintah Daerah sepenuhnya menyelenggarakan semua urusan pemerintahan yang diserahkan. Hal yang bisa dilakukan adalah selalu terdapat sejumlah urusan pemerintahan yang sepenuhnya diselenggarakan secara sentralisasi beserta penghalusannya, dekonsentrasi. Akan tetapi, tidak pernah terdapat suatu urusan pemerintahan apa pun yang diselenggarakan sepenuhnya secara desentralisasi. Urusan pemerintahan yang menyangkut kepentingan dan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara lazimnya diselenggarakan secara sentralisasi dan dekonsentrasi. Sedangkan urusan yang mengandung dan menyangkut kepentingan masyarakat setempat (lokalitas) diselenggarakan secara desentralisasi (dalam Bhenyamin Hoessein, pada Sarasehan Nasional Administrasi Negara III, 2002). Dengan demikian, terdapat urusan-urusan yang 100% diselenggarakan secara sentralisasi, seperti pertahanan, politik luar negeri, dan moneter. Kemudian, tidak pernah ada urusan pemerintahan yang 100% diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Kalau toh ada sebagian urusan pemerintahan diserahkan kepada Pemerintah Daerah bukan berarti Pemerintah Pusat melepaskan semua tanggung jawabnya. Oleh karena tanggung jawab akhir penyelenggaraan pemerintahan adalah Pemerintah Pusat maka tidak mungkin Pemerintah Pusat menyerahkan 100% urusan pemerintahan kepada Daerah. Urusan-urusan yang bersifat lokalitas (locality), seperti irigasi, pendidikan, kesehatan, koperasi, industri kecil, pertamanan, dan perpustakaan umum memang diserahkan kepada Daerah, tetapi kadarnya tidak 100%. Pemerintah Pusat masih menangani sebagian urusan yang diserahkan kepada Daerah tersebut, seperti pengawasan dan penentuan standar, kriteria, dan prosedur (dalam Bhenyamin Hoessein, 2001). Sedangkan urusan yang bersifat nasional, misalnya politik luar negeri, keamanan, pertahanan, keuangan, pengaturan hukum, keagamaan, kebijakan ekonomi makro, dan kebijakan politik makro sepenuhnya (100%) menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
C. Konsep Sentralisasi
Sentralisasi adalah pemusatan semua kewenangan pemerintahan (politik dan administrasi) pada Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat adalah Presiden dan para Menteri. Jika suatu negara memusatkan semua kewenangan pemerintahannya pada tangan Presiden dan para Menteri, tidak dibagi-bagi kepada pejabatnya di daerah dan atau pada daerah otonom maka disebut sentralisasi. Kewenangan yang dipusatkan di tangan Presiden dan para Menteri (Pemerintah Pusat) tadi adalah kewenangan pemerintahan, bukan kewenangan lain (legislatif dan judikatif). Kewenangan pemerintahan itu ada 2 jenis, yaitu kewenangan politik dan kewenangan administrasi. Kewenangan politik adalah kewenangan membuat kebijakan, sedangkan kewenangan administrasi adalah kewenangan melaksanakan kebijakan. Misal Presiden Megawati menetapkan Program Kabinet Gotong Royong adalah contoh kewenangan politik, sedangkan kebijakan yang ditetapkan para Menteri untuk melaksanakan Program Kabinet Gotong Royong tersebut adalah contoh kebijakan administrasi. Dalam sentralisasi semua kewenangan tersebut baik politik maupun administrasi berada di tangan Presiden dan para Menteri (Pemerintah Pusat). Dengan kata lain, berada pada puncak jenjang organisasi. Sebagai konsekuensinya dalam melaksanakan kewenangan ini anggarannya dibebankan pada APBN.
Adanya Sentralisasi yaitu dengan tujuan untuk dapat mencegah setiap daerah menjadi mandiri yang berpotensi pada konflik kepentingan atau bahkan memisahkan diri. Selain itu bisa memudahkan penerapan kebijakan umum dan pelaksanaannya disetiap daerah. Kemudian untuk dapat memudahkan dan mempercepat proses pengambilan keputusan yang secara tidak langsung menunjukkan suatu kepemimpinan yang kuat.
Sentralisasi dalam hal ini juga suatu kewenangan politik yakni sebuah kewenangan untuk dapat membuat dan menetapkan kebijakan, sedangkan kewenangan administrasi yaitu suatu kewenangan dalam melaksanakan sebuah kebijakan tersebut. Sistem sentralisasi ini banyak diterapkan pada sebuah pemerintahan lama yang ada di Indonesia, yaitu pada masa orde baru. Saat ini sentralisasi hanya dapat diberlakukan pada bidang-bidang tertentu saja, seperti halnya pada : Hubungan Internasional , Peradilan ,Pertahanan dan Keamanan , Moneter kemudian Pemerintahan Umum.
Kelebihan sistem ini adalah di mana pemerintah daerah tidak terlalu terbebani pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan atau pendapat, karena seluruh keputusan dan kebijakan dikoordinasi seluruhnya oleh pemerintah pusat. Kemudian kelemahan dari sistem sentralisasi adalah di mana seluruh keputusan dan kebijakan di daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat, sehingga waktu yang diperlukan untuk memutuskan sesuatu menjadi lama.
D. Dekonsentrasi
Seiring dengan perkembangan dan dinamika dalam pemerintahan di Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah telah diganti dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 dan diganti kembali dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sehingga Dekonsentrasi saat ini berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Dekonsentrasi menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Pelimpahan sebagian urusan pemerintahan dapat dilakukan kepada gubernur. Selain dilimpahkan kepada gubernur, sebagian urusan pemerintahan dapat pula dilimpahkan kepada:
(a) Instansi vertikal (b) pejabat Pemerintah di daerah.
Urusan pemerintahan yang menjadi wewenang Pemerintah yang dapat didekonsentrasikan, diselenggarakan oleh instansi vertikal di daerah, meliputi bidang:
(a) politik luar negeri (b) pertahanan (c) keamanan (d) yustisi (e) moneter dan fiskal nasional (f) agama.
Urusan pemerintahan yang menjadi wewenang Pemerintah dimaksud didekonsentrasikan kepada perangkat pusat di daerah, diselenggarakan sendiri melalui instansi vertikal tertentu di daerah. Urusan pemerintahan yang didekonsentrasikan kepada instansi vertikal adalah urusan pemerintahan yang ditetapkan menjadi tugas dan fungsi instansi vertikal pada saat pembentukan organisasinya. Apabila di daerah belum terbentuk instansi vertikal yang membidangi politik luar negeri, pertaharan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama, maka sebagian urusan dimaksud dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil Pemerintah. Yang dimaksud dengan instansi vertikal tertentu adalah instansi pusat yang berada di daerah dan merupakan bagian dari kementerian lembaga selain kementerian/lembaga yang membidangi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
Dekonsentrasi tidak lebih dari perpanjangan tangan pusat yang dilaksanakan di daerah melalui pejabat-pejabat pusat yang dilaksanakan di daerah yang bersangkutan. Pejabat yang ditugaskan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya ke pusat dan bukan kepada rakyat di daerah tersebut. Manakala kebijakan pusat tidak cocok untuk daerah, pejabat dekonsentrasi tersebut tidak tidak mempunyai diskresi untuk merubah kebijakan tersebut, namun hanya mengusulkan perubahannya ke pusat. Rakyat tidak dapat meminta pertanggung jawaban perihal kebijakan yang telah digariskan pusat. Pejabat dekonsentrasi hanya bertanggung jawab dari aspek pelaksanaan dari kebijakan tersebut.
EmoticonEmoticon