Thursday, June 3, 2021

analisis hubugan Pemerintah Pusat dan Daerah terkait dengan penanganan Covid 19 di Indonesia,

NAMA : ANGGIE SETIABUDY

NIM : H1A117113

MK : PEMERINTAH DAERAH  (UAS)

Dosen Pengampu : 

- Nopyandri, S.H., LL.M.

- Alva Beriansyah, S.IP., M.I.P.



 I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Penetapan status Pandemi Covid-19 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World

Health Organization) berdasarkan jumlah penyebaran virus bertambah signifikan dan

berkelanjutan secara global, hal ini diresponsi oleh Pemerintah Indonesia dengan

menetapkan status wabah Covid-19 sebagai Bencana Nasional pada tanggal 14 Maret

yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan

Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Sebagai

Bencana Nasional. Selanjutnya Presiden membentuk Gugus Tugas Percepatan

Penanganan Covid-19 dalam rangka mengkoordinasikan kapasitas pusat dan daerah.

Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan sesuatu yang sering

diperbincangkan karena dalam praktiknya masih menimbulkan upaya tarik-menarik

kepentingan (spanning of interest) antara kedua satuan pemerintahan. Terlebih dalam

negara kesatuan, upaya pemerintah pusat untuk selalu memegang kendali atas

berbagai urusan pemerintahan sangat jelas sekali.1 Persoalan relasi pemerintah pusat –

pemerintah daerah kembali mencuat dalam penanganan Covid-19. Kegamangan

terjadi dalam menjawab kewenangan siapa urusan Covid-19 tersebut. Urusan

kesehatan yang didesentralisasikan kepada pemerintah daerah telah menyebabkan

masing-masing daerah menyusun kebijakan sepihak dalam menghadapi penyebaran

Covid-19. Sementara itu pemerintah pusat juga mengambil tindakan sendiri.2

Bentuk tarik menarik tersebut dapat dilihat pada saat pemerintah daerah yang

lebih dahulu mengambil langkah antisipasi dan penanganan Covid-19. Misalnya

kebijakan lockdown lokal yang diambil Bupati Tegal sejak 23 Maret 2020 dengan cara

menutup akses masuk kota dengan beton movable concrete barrier (MBC). Kebijakan

Gubernur Papua yang melakukan penutupan akses keluar-masuk dari pelabuhan,

bandara, darat, termasuk Pos Lintas Batas Negara sejak 26 Maret 2020. Kebijakan

Gubernur Bali sejak 27 Maret 2020, telah menegaskan kepada masyarakat untuk tidak

berkumpul, bekerja, belajar dan beribadah dari rumah. Begitu pun dengan beberapa

daerah lainnya, sedangkan Pemerintah Pusat baru mengeluarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam

Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 pada tanggal 31 Maret 2020. 3 Dengan

demikian menimbulkan persoalan bagaimana pengaturan kewenangan antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam urusan penanganan pandemi

Covid-19.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukakan dalam latar belakang diatas

maka penulis mengangkat permasalahan sebagai berikut :

1 Wijayanti, Septi Nur, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan

republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Media Hukum, Vol.23

No.2, 2016, hlm.194.

2 Katharina, Riris, Relasi Pemerintah Pusat-Daerah Dalam Penanganan Covid-19, Info

Singkat, Vol.XII, No.5/I/Puslit/Maret, 2020, hlm.25.

3 Mandasari, Zayanti :

https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--tarik-menarik-penanganan-covid-19 , diakses

pada tanggal 26 Mei 2020

Bagaimana pengaturan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerah dalam urusan penanganan pandemi Covid-19 menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan?

III. Hasil dan Pembahasan

3.1 Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia

Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis

dari didirikannya suatu negara adalah terbentuknya pemerintah negara yang berlaku

sebagai pemerintah pusat. Kemudian, pemerintah pusat membentuk daerah sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan. Kedaulatan hanya berada di pemerintah

pusat (absolusme). Keseluruhan kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh daerah

merupakan bagian integral dari kebijakan nasional. Perbedaannya, terletak pada

pemanfaatan kearifan, potensi, inovasi, daya saing, dan kreavitas daerah yang

diharapkan mampu mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional secara

keseluruhan.5

Bagir Manan berpendapat bahwa berdasarkan Pasal 18 UUD 1945, terdapat dua

dasar pokok desentralisasi yang melandasi hubungan pusat dan daerah, yakni dasar

permusyawaratan dalam pemerintahan negara dan dasar hak-hak asal-usul yang

bersifat istimewa. Akan tetapi, secara keseluruhan terdapat dua faktor lagi yang

mendasari hubungan pusat dan daerah dalam kerangka desentralisasi, yakni

ke-bhineka-an dan paham negara berdasarkan atas hukum (negara hukum).6

Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki empat

dimensi penting untuk dicermati, meliputi hubungan kewenangan, kelembagaan,

keuangan, dan pengawasan. Pertama, pembagian kewenangan untuk

menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan tersebut akan sangat mempengaruhi

sejauh mana pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki wewenang untuk

menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan, karena wilayah kekuasaan

pemerintah pusat meliputi pemerintah daerah. Untuk itu, dalam hal ini yang menjadi

objek yang diurusi adalah sama, namun kewenangannya yang berbeda. Kedua,

pembagian kewenangan ini membawa implikasi kepada hubungan keuangan, antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ketiga, implikasi terhadap hubungan

kelembagaan antara pusat dan daerah mengharuskan kesehatan mengenai besaran

kelembagaan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas yang menjadi urusan

masing-masing. Keempat, hubungan pengawasan merupakan konsekuensi yang

muncul dari pemberian kewenangan, agar terjaga keutuhan negara kesatuan.7

3.2 Pembagian Urusan Pemerintahan Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah

Pasal 9 ayat (1) menyatakan urusan pemerintahan terdiri atas urusan

pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan

umum. Urusan pemerintahan absolut. Urusan pemerintahan umum adalah urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan.

Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah terdiri atas urusan

pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib

adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua daerah.

Sedangkan urusan pemerintahan pilihan adalah urusan pemerintahan yang wajib

diselenggarakan oleh daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah. Urusan

pemerintah wajib yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah terbagi menjadi

urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan yang tidak

berkaitan dengan pelayanan dasar.

Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan daerah dan pemerintah

pusat dalam urusan pilihan diatur pada Pasal 14 UU Nomor 23 Tahun 2014 adalah

sebagai berikut :

a. Penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta

energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah.

b. Urusan Pemerintahan bidang kehutanan yang berkaitan dengan pengelolaan

taman hutan raya kabupaten/kota menjadi kewenangan daerah

kabupaten/kota.

c. Urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan

dengan pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenangan Pemerintah

Pusat.

d. Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan

dengan pemanfaatan langsung panas bumi dalam daerah kabupaten/kota

menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.

3.3 Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Penanganan Covid-19

Penyebaran Virus Korona (Covid-19) telah menimbulkan berbagai persoalan di

Indonesia. Selain persoalan kesehatan, Covid-19 telah menimbulkan persoalan

ekonomi, sosial, budaya, keamanan, bahkan di bidang pemerintahan. Persoalan yang

muncul dalam bidang pemerintahan yaitu terkait administrasi pemerintahan,

khususnya mengenai relasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam

menghadapi situasi penyebaran Covid-19 dikaitkan dengan urusan kesehatan yang

didesentralisasikan.

Berikut bentuk-bentuk kebijakan dalam penanganan Covid-19 baik dilakukan oleh

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah :

Persoalan dimulai pada saat Presiden Joko Widodo memutuskan untuk memilih

Pulau Natuna sebagai tempat karantina bagi 238 orang Warga Negara Indonesia (WNI)

yang dievakuasi dari Kota Wuhan, sebagai tempat penyebaran Covid-19. Dipilihnya

Pulau Natuna sebagai tempat karantina telah menimbulkan aksi demonstrasi warga

Natuna pada tanggal 1 Februari 2020 (regional. kompas.com, 3 Februari 2020). Sebagai

bentuk protes, Pemerintah Kabupaten Natuna membuat Surat Edaran (SE) Sekda

Natuna Nomor 8000/DISDIK/46/2000 tanggal 2 Februari 2020 mengenai kebijakan

meliburkan kegiatan belajar mengajar di Kabupaten Natuna mulai tanggal 3 – 17

Februari 2020 . SE ini akhirnya dicabut setelah

keluarnya SE Dirjen Otonomi Daerah Nomor T.422.3/666/OTDA tentang Perintah

Pencabutan Libur Sekolah bagi Siswa Pasca-Karantina WNI dari Wuhan

(fokus.tempo.co, 3 Februari 2020). Persoalan selanjutnya pada saat Presiden Joko

Widodo tanggal 2 Maret 2020 mengumumkan dua orang WNI yang tinggal di

Indonesia positif terinfeksi Covid-19, tanpa menyebutkan identitas pasien. Namun,

tidak lama berselang Walikota Depok menyampaikan informasi pasien, lengkap

dengan nama dan alamat, yang telah merugikan pasien karena data pribadi pasien

menjadi konsumsi publik (Media Indonesia, 4 Maret 2020). Perbedaan perilaku aparat

baik di pusat maupun di daerah dalam memberikan informasi pasien kepada publik

memperlihatkan belum adanya satu pintu dari pihak pemerintah untuk

menyampaikan informasi kepada publik terkait Covid-19 di Indonesia. Merespons

pengumuman Presiden Joko Widodo, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil segera

menyatakan Jawa Barat Siaga I Covid-19 (Suara Pembaruan, 3 Maret 2020). Bahkan

Gubernur Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan pernyataan Jakarta dalam keadaan

genting serta mengeluarkan prosedur tindakan yang harus dilakukan masyarakat

dalam hal terindikasi terinfeksi Covid-19. (news.detik.com, 2 Maret 2020). Situasi yang

dinilai kurang sigapnya pemerintah pusat dalam merespons Covid-19 yang sudah

masuk ke Indonesia, yang ditandai dengan munculnya banyak berita simpang siur,

baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, telah menimbulkan berbagai

aksi negatif di masyarakat. Aksi memborong barang di supermarket, menimbun dan

memborong masker, memborong cairan disinfektan, merupakan peristiwa yang harus

segera direspons oleh pemerintah (Koran Tempo, 4 Maret 2020).8

Selanjutnya beberapa daerah menempuh kebijakan lockdown atau karantina

wilayah dengan skala yang berbeda-beda. Kemudian presiden dalam pernyataannya

pada video yang disiarkan Sekretariat Presiden pada tanggal 16 Maret 2020,

menegaskan bahwa lockdown, baik skala nasional maupun daerah, sepenuhnya

kewenangan pemerintah pusat yang tidak boleh diambil pemerintah daerah. Selain itu

terdapat tumpang tindih kebijakan terkait pembatasan pengangkutan orang pada

moda transportasi ojek online (ojol). Di satu sisi ada pejabat pemerintah yang berusaha

melarang dan membatasi guna mencegah penyebaran Covid-19 (dengan aturan

Permenkes No 9 Tahun 2020 dan untuk wilayah Jakarta juga berlaku yang sama

melalui Pergub No 33 Tahun 2020), di sisi lain ada kebijakan memperbolehkan ojol

mengangkut penumpang (dengan aturan Permenhub No 18 tahun 2020).

Selama bahkan pasca pandemi tarik menarik kewenangan pusat dan daerah masih

akan terus terjadi. Bahkan dalam Omnibus Law yang sekarang dibahas oleh DPR dan

Pemerintah (padahal masih pandemi, harusnya ada skala prioritas lain yang dibahas)

sehingga tarik menarik kewenangan semakin nampak dengan perebutan kewenangan

pembatalan Perda. 9 Dalam hal ini Presiden dan DPR RI sebagai pembentuk

undang-undang untuk menyempurnakan rumusan norma yang diselaraskan atau

disinkronisasikan dengan undang-undang maupun putusan Mahkamah Konstitusi

3.4 Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah menurut UU Nomor 6 Tahun 2018

tentang Kekarantinaan Kesehatan

Wewenang dan tanggung jawab mempunyai pengertian yang sama dalam arti

luas, dan dalam arti sempit, tanggung jawab lebih besar peranannya dari pada

wewenang itu sendiri, pemberian tanggung jawab selalu dibarengi dengan

kewenangan.

Pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan

(Selanjutnya disingkat UU Kekarantinaan Kesehatan) antara lain mengatur terkait

tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, hak dan kewajiban,

Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di

Pintu Masuk, penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di wilayah, Dokumen

Karantina Kesehatan, sumber daya Kekarantinaan Kesehatan, informasi Kekarantinaan

Kesehatan, pembinaan dan pengawasan, penyidikan, serta ketentuan pidana.

Ketentuan Pasal 4 UU Kekarantinaan Kesehatan menetapkan bahwa : “Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat

dari penyakit dan/atau Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi

menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat melalui penyelenggaraan

Kekarantinaan Kesehatan”. Kewenangan Pemerintah Pusat kembali ditegaskan dalam

Pasal 10 yaitu :

1. Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut Kedaruratan Kesehatan

Masyarakat.

2. Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut penetapan Pintu Masuk

dan/atau wilayah di dalam negeri yang Terjangkit Kedaruratan Kesehatan

Masyarakat.

3. Sebelum menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, Pemerintah Pusat

terlebih dahulu menetapkan jenis penyakit dan faktor risiko yang dapat

menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan pencabutan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

Selanjutnya, apa peran pemerintah daerah? Pemerintah daerah bersama-sama

dengan pemerintah pusat bertanggung jawab terhadap ketersediaan sumber daya

yang diperlukan, misalnya menyediakan fasilitas kesehatan yang bermutu serta tenaga

kesehatan yang memadai dan berkualitas.

Dalam kaitannya dengan status pandemi Covid-19 menurut WHO sehingga

menimbulkan ancaman yang mengakibatkan bagi kesehatan masyarakat, oleh karena

itu dengan kondisi demikian undang-undang yang tepat diberlakukan mengacu pada

UU Kekarantinaan Kesehatan. Dalam undang-undang tersebut mengatur bahwa

Covid-19 ditetapkan oleh pemerintah pusat sebagai kedaruratan kesehatan

masyarakat. Selain itu pemerintah pusat bersama-sama dengan pemerintah daerah

melakukan upaya terhadap ketersediaan sumber daya yang diperlukan dalam

penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan melalui upaya antara lain : membentuk

gugus tugas penanganan covid-19, menyediakan fasilitas kesehatan,

menyelenggarakan edukasi bahaya covid-19 kepada seluruh masyarakat dengan

memobilisasi seluruh stakeholders untuk berpartisipasi menghadapi covid-19,

menyediakan jaring pengaman sosial serta menangani dampak ekonomi.

Mengingat masih terjadi problem koordinasi, komunikasi dan sinergi yang

sangat dirasakan pada awal pandemi ini dinilai masih kurang. Seharusnya pemerintah

harus merespons cepat pandemi yang pada akhirnya berpengaruh terhadap seluruh

proses penanganan. Namun demikian sudah terlihat bahwa pemerintah

semakin focus dan menyadari bahwa koordinasi penting, salah satunya dicerminkan

dengan keberadaan gugus tugas dan kajian terhadap status berbagai daerah di

Indonesia. Hal ini dilakukan demi kepentingan bersama penanganan kedaruratan

kesehatan covid-19.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal

Katharina, Riris, Relasi Pemerintah Pusat-Daerah Dalam Penanganan Covid-19, Info

Singkat, Vol.XII, No.5/I/Puslit/Maret, 2020.

Tohadi, Kajian Kritis Atas Kewenangan Presiden Untuk Membatalkan Kewenangan

Daerah Dalam Omnibus Law, Jurnal RechtsVinding, Vol.9, No. 1, 2020

Wijayanti, Septi Nur. "Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014." Media Hukum 23, no. 2 (2017): 186-199.

Yusdianto, Yusdianto. "Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah Menurut

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah." Padjadjaran Journal of Law 2, no. 3 (2015): 483-504.

Internet

Chadijah, SIti :

https://reportase.tv/fgd-fakultas-hukum-universitas-pamulang-tarik-menarikkewenangan-

pemerintah-pusat-dan-pemerintah-daerah-dalam-penanganan-co

vid-19/ , diakses pada tanggal 10 Juni 2020

Mandasari, Zayanti :

https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--tarik-menarik-penanganan-covid-

19 , diakses pada tanggal 26 Mei 2020

Letty, Nyimas Lathifah :

http://www.politik.lipi.go.id/kegiatan/1378-webinar-desentralisasi-dan-otono

mi-daerah-relasi-pusat-dan-daerah-dalam-mengatasi-covid-19 , diakses pada

tanggal 25 Mei 2020

This Is The Newest Post


EmoticonEmoticon