NAMA : ANGGIE SETIABUDY
NIM : H1A117113
MK : PEMERINTAH DAERAH (UAS)
Dosen Pengampu :
- Nopyandri, S.H., LL.M.
- Alva Beriansyah, S.IP., M.I.P.
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Penetapan status Pandemi Covid-19 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World
Health Organization) berdasarkan jumlah penyebaran virus bertambah signifikan dan
berkelanjutan secara global, hal ini diresponsi oleh Pemerintah Indonesia dengan
menetapkan status wabah Covid-19 sebagai Bencana Nasional pada tanggal 14 Maret
yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan
Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Sebagai
Bencana Nasional. Selanjutnya Presiden membentuk Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Covid-19 dalam rangka mengkoordinasikan kapasitas pusat dan daerah.
Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan sesuatu yang sering
diperbincangkan karena dalam praktiknya masih menimbulkan upaya tarik-menarik
kepentingan (spanning of interest) antara kedua satuan pemerintahan. Terlebih dalam
negara kesatuan, upaya pemerintah pusat untuk selalu memegang kendali atas
berbagai urusan pemerintahan sangat jelas sekali.1 Persoalan relasi pemerintah pusat –
pemerintah daerah kembali mencuat dalam penanganan Covid-19. Kegamangan
terjadi dalam menjawab kewenangan siapa urusan Covid-19 tersebut. Urusan
kesehatan yang didesentralisasikan kepada pemerintah daerah telah menyebabkan
masing-masing daerah menyusun kebijakan sepihak dalam menghadapi penyebaran
Covid-19. Sementara itu pemerintah pusat juga mengambil tindakan sendiri.2
Bentuk tarik menarik tersebut dapat dilihat pada saat pemerintah daerah yang
lebih dahulu mengambil langkah antisipasi dan penanganan Covid-19. Misalnya
kebijakan lockdown lokal yang diambil Bupati Tegal sejak 23 Maret 2020 dengan cara
menutup akses masuk kota dengan beton movable concrete barrier (MBC). Kebijakan
Gubernur Papua yang melakukan penutupan akses keluar-masuk dari pelabuhan,
bandara, darat, termasuk Pos Lintas Batas Negara sejak 26 Maret 2020. Kebijakan
Gubernur Bali sejak 27 Maret 2020, telah menegaskan kepada masyarakat untuk tidak
berkumpul, bekerja, belajar dan beribadah dari rumah. Begitu pun dengan beberapa
daerah lainnya, sedangkan Pemerintah Pusat baru mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam
Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 pada tanggal 31 Maret 2020. 3 Dengan
demikian menimbulkan persoalan bagaimana pengaturan kewenangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam urusan penanganan pandemi
Covid-19.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukakan dalam latar belakang diatas
maka penulis mengangkat permasalahan sebagai berikut :
1 Wijayanti, Septi Nur, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan
republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Media Hukum, Vol.23
No.2, 2016, hlm.194.
2 Katharina, Riris, Relasi Pemerintah Pusat-Daerah Dalam Penanganan Covid-19, Info
Singkat, Vol.XII, No.5/I/Puslit/Maret, 2020, hlm.25.
3 Mandasari, Zayanti :
https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--tarik-menarik-penanganan-covid-19 , diakses
pada tanggal 26 Mei 2020
Bagaimana pengaturan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah dalam urusan penanganan pandemi Covid-19 menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan?
III. Hasil dan Pembahasan
3.1 Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis
dari didirikannya suatu negara adalah terbentuknya pemerintah negara yang berlaku
sebagai pemerintah pusat. Kemudian, pemerintah pusat membentuk daerah sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Kedaulatan hanya berada di pemerintah
pusat (absolusme). Keseluruhan kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh daerah
merupakan bagian integral dari kebijakan nasional. Perbedaannya, terletak pada
pemanfaatan kearifan, potensi, inovasi, daya saing, dan kreavitas daerah yang
diharapkan mampu mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional secara
keseluruhan.5
Bagir Manan berpendapat bahwa berdasarkan Pasal 18 UUD 1945, terdapat dua
dasar pokok desentralisasi yang melandasi hubungan pusat dan daerah, yakni dasar
permusyawaratan dalam pemerintahan negara dan dasar hak-hak asal-usul yang
bersifat istimewa. Akan tetapi, secara keseluruhan terdapat dua faktor lagi yang
mendasari hubungan pusat dan daerah dalam kerangka desentralisasi, yakni
ke-bhineka-an dan paham negara berdasarkan atas hukum (negara hukum).6
Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki empat
dimensi penting untuk dicermati, meliputi hubungan kewenangan, kelembagaan,
keuangan, dan pengawasan. Pertama, pembagian kewenangan untuk
menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan tersebut akan sangat mempengaruhi
sejauh mana pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki wewenang untuk
menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan, karena wilayah kekuasaan
pemerintah pusat meliputi pemerintah daerah. Untuk itu, dalam hal ini yang menjadi
objek yang diurusi adalah sama, namun kewenangannya yang berbeda. Kedua,
pembagian kewenangan ini membawa implikasi kepada hubungan keuangan, antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ketiga, implikasi terhadap hubungan
kelembagaan antara pusat dan daerah mengharuskan kesehatan mengenai besaran
kelembagaan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas yang menjadi urusan
masing-masing. Keempat, hubungan pengawasan merupakan konsekuensi yang
muncul dari pemberian kewenangan, agar terjaga keutuhan negara kesatuan.7
3.2 Pembagian Urusan Pemerintahan Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah
Pasal 9 ayat (1) menyatakan urusan pemerintahan terdiri atas urusan
pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan
umum. Urusan pemerintahan absolut. Urusan pemerintahan umum adalah urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan.
Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah terdiri atas urusan
pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib
adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua daerah.
Sedangkan urusan pemerintahan pilihan adalah urusan pemerintahan yang wajib
diselenggarakan oleh daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah. Urusan
pemerintah wajib yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah terbagi menjadi
urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan yang tidak
berkaitan dengan pelayanan dasar.
Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan daerah dan pemerintah
pusat dalam urusan pilihan diatur pada Pasal 14 UU Nomor 23 Tahun 2014 adalah
sebagai berikut :
a. Penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta
energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.
b. Urusan Pemerintahan bidang kehutanan yang berkaitan dengan pengelolaan
taman hutan raya kabupaten/kota menjadi kewenangan daerah
kabupaten/kota.
c. Urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan
dengan pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenangan Pemerintah
Pusat.
d. Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan
dengan pemanfaatan langsung panas bumi dalam daerah kabupaten/kota
menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.
3.3 Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Penanganan Covid-19
Penyebaran Virus Korona (Covid-19) telah menimbulkan berbagai persoalan di
Indonesia. Selain persoalan kesehatan, Covid-19 telah menimbulkan persoalan
ekonomi, sosial, budaya, keamanan, bahkan di bidang pemerintahan. Persoalan yang
muncul dalam bidang pemerintahan yaitu terkait administrasi pemerintahan,
khususnya mengenai relasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam
menghadapi situasi penyebaran Covid-19 dikaitkan dengan urusan kesehatan yang
didesentralisasikan.
Berikut bentuk-bentuk kebijakan dalam penanganan Covid-19 baik dilakukan oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah :
Persoalan dimulai pada saat Presiden Joko Widodo memutuskan untuk memilih
Pulau Natuna sebagai tempat karantina bagi 238 orang Warga Negara Indonesia (WNI)
yang dievakuasi dari Kota Wuhan, sebagai tempat penyebaran Covid-19. Dipilihnya
Pulau Natuna sebagai tempat karantina telah menimbulkan aksi demonstrasi warga
Natuna pada tanggal 1 Februari 2020 (regional. kompas.com, 3 Februari 2020). Sebagai
bentuk protes, Pemerintah Kabupaten Natuna membuat Surat Edaran (SE) Sekda
Natuna Nomor 8000/DISDIK/46/2000 tanggal 2 Februari 2020 mengenai kebijakan
meliburkan kegiatan belajar mengajar di Kabupaten Natuna mulai tanggal 3 – 17
Februari 2020 . SE ini akhirnya dicabut setelah
keluarnya SE Dirjen Otonomi Daerah Nomor T.422.3/666/OTDA tentang Perintah
Pencabutan Libur Sekolah bagi Siswa Pasca-Karantina WNI dari Wuhan
(fokus.tempo.co, 3 Februari 2020). Persoalan selanjutnya pada saat Presiden Joko
Widodo tanggal 2 Maret 2020 mengumumkan dua orang WNI yang tinggal di
Indonesia positif terinfeksi Covid-19, tanpa menyebutkan identitas pasien. Namun,
tidak lama berselang Walikota Depok menyampaikan informasi pasien, lengkap
dengan nama dan alamat, yang telah merugikan pasien karena data pribadi pasien
menjadi konsumsi publik (Media Indonesia, 4 Maret 2020). Perbedaan perilaku aparat
baik di pusat maupun di daerah dalam memberikan informasi pasien kepada publik
memperlihatkan belum adanya satu pintu dari pihak pemerintah untuk
menyampaikan informasi kepada publik terkait Covid-19 di Indonesia. Merespons
pengumuman Presiden Joko Widodo, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil segera
menyatakan Jawa Barat Siaga I Covid-19 (Suara Pembaruan, 3 Maret 2020). Bahkan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan pernyataan Jakarta dalam keadaan
genting serta mengeluarkan prosedur tindakan yang harus dilakukan masyarakat
dalam hal terindikasi terinfeksi Covid-19. (news.detik.com, 2 Maret 2020). Situasi yang
dinilai kurang sigapnya pemerintah pusat dalam merespons Covid-19 yang sudah
masuk ke Indonesia, yang ditandai dengan munculnya banyak berita simpang siur,
baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, telah menimbulkan berbagai
aksi negatif di masyarakat. Aksi memborong barang di supermarket, menimbun dan
memborong masker, memborong cairan disinfektan, merupakan peristiwa yang harus
segera direspons oleh pemerintah (Koran Tempo, 4 Maret 2020).8
Selanjutnya beberapa daerah menempuh kebijakan lockdown atau karantina
wilayah dengan skala yang berbeda-beda. Kemudian presiden dalam pernyataannya
pada video yang disiarkan Sekretariat Presiden pada tanggal 16 Maret 2020,
menegaskan bahwa lockdown, baik skala nasional maupun daerah, sepenuhnya
kewenangan pemerintah pusat yang tidak boleh diambil pemerintah daerah. Selain itu
terdapat tumpang tindih kebijakan terkait pembatasan pengangkutan orang pada
moda transportasi ojek online (ojol). Di satu sisi ada pejabat pemerintah yang berusaha
melarang dan membatasi guna mencegah penyebaran Covid-19 (dengan aturan
Permenkes No 9 Tahun 2020 dan untuk wilayah Jakarta juga berlaku yang sama
melalui Pergub No 33 Tahun 2020), di sisi lain ada kebijakan memperbolehkan ojol
mengangkut penumpang (dengan aturan Permenhub No 18 tahun 2020).
Selama bahkan pasca pandemi tarik menarik kewenangan pusat dan daerah masih
akan terus terjadi. Bahkan dalam Omnibus Law yang sekarang dibahas oleh DPR dan
Pemerintah (padahal masih pandemi, harusnya ada skala prioritas lain yang dibahas)
sehingga tarik menarik kewenangan semakin nampak dengan perebutan kewenangan
pembatalan Perda. 9 Dalam hal ini Presiden dan DPR RI sebagai pembentuk
undang-undang untuk menyempurnakan rumusan norma yang diselaraskan atau
disinkronisasikan dengan undang-undang maupun putusan Mahkamah Konstitusi
3.4 Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah menurut UU Nomor 6 Tahun 2018
tentang Kekarantinaan Kesehatan
Wewenang dan tanggung jawab mempunyai pengertian yang sama dalam arti
luas, dan dalam arti sempit, tanggung jawab lebih besar peranannya dari pada
wewenang itu sendiri, pemberian tanggung jawab selalu dibarengi dengan
kewenangan.
Pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
(Selanjutnya disingkat UU Kekarantinaan Kesehatan) antara lain mengatur terkait
tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, hak dan kewajiban,
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di
Pintu Masuk, penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di wilayah, Dokumen
Karantina Kesehatan, sumber daya Kekarantinaan Kesehatan, informasi Kekarantinaan
Kesehatan, pembinaan dan pengawasan, penyidikan, serta ketentuan pidana.
Ketentuan Pasal 4 UU Kekarantinaan Kesehatan menetapkan bahwa : “Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat
dari penyakit dan/atau Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat melalui penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan”. Kewenangan Pemerintah Pusat kembali ditegaskan dalam
Pasal 10 yaitu :
1. Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat.
2. Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut penetapan Pintu Masuk
dan/atau wilayah di dalam negeri yang Terjangkit Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat.
3. Sebelum menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, Pemerintah Pusat
terlebih dahulu menetapkan jenis penyakit dan faktor risiko yang dapat
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan pencabutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Selanjutnya, apa peran pemerintah daerah? Pemerintah daerah bersama-sama
dengan pemerintah pusat bertanggung jawab terhadap ketersediaan sumber daya
yang diperlukan, misalnya menyediakan fasilitas kesehatan yang bermutu serta tenaga
kesehatan yang memadai dan berkualitas.
Dalam kaitannya dengan status pandemi Covid-19 menurut WHO sehingga
menimbulkan ancaman yang mengakibatkan bagi kesehatan masyarakat, oleh karena
itu dengan kondisi demikian undang-undang yang tepat diberlakukan mengacu pada
UU Kekarantinaan Kesehatan. Dalam undang-undang tersebut mengatur bahwa
Covid-19 ditetapkan oleh pemerintah pusat sebagai kedaruratan kesehatan
masyarakat. Selain itu pemerintah pusat bersama-sama dengan pemerintah daerah
melakukan upaya terhadap ketersediaan sumber daya yang diperlukan dalam
penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan melalui upaya antara lain : membentuk
gugus tugas penanganan covid-19, menyediakan fasilitas kesehatan,
menyelenggarakan edukasi bahaya covid-19 kepada seluruh masyarakat dengan
memobilisasi seluruh stakeholders untuk berpartisipasi menghadapi covid-19,
menyediakan jaring pengaman sosial serta menangani dampak ekonomi.
Mengingat masih terjadi problem koordinasi, komunikasi dan sinergi yang
sangat dirasakan pada awal pandemi ini dinilai masih kurang. Seharusnya pemerintah
harus merespons cepat pandemi yang pada akhirnya berpengaruh terhadap seluruh
proses penanganan. Namun demikian sudah terlihat bahwa pemerintah
semakin focus dan menyadari bahwa koordinasi penting, salah satunya dicerminkan
dengan keberadaan gugus tugas dan kajian terhadap status berbagai daerah di
Indonesia. Hal ini dilakukan demi kepentingan bersama penanganan kedaruratan
kesehatan covid-19.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal
Katharina, Riris, Relasi Pemerintah Pusat-Daerah Dalam Penanganan Covid-19, Info
Singkat, Vol.XII, No.5/I/Puslit/Maret, 2020.
Tohadi, Kajian Kritis Atas Kewenangan Presiden Untuk Membatalkan Kewenangan
Daerah Dalam Omnibus Law, Jurnal RechtsVinding, Vol.9, No. 1, 2020
Wijayanti, Septi Nur. "Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014." Media Hukum 23, no. 2 (2017): 186-199.
Yusdianto, Yusdianto. "Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah Menurut
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah." Padjadjaran Journal of Law 2, no. 3 (2015): 483-504.
Internet
Chadijah, SIti :
https://reportase.tv/fgd-fakultas-hukum-universitas-pamulang-tarik-menarikkewenangan-
pemerintah-pusat-dan-pemerintah-daerah-dalam-penanganan-co
vid-19/ , diakses pada tanggal 10 Juni 2020
Mandasari, Zayanti :
https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--tarik-menarik-penanganan-covid-
19 , diakses pada tanggal 26 Mei 2020
Letty, Nyimas Lathifah :
http://www.politik.lipi.go.id/kegiatan/1378-webinar-desentralisasi-dan-otono
mi-daerah-relasi-pusat-dan-daerah-dalam-mengatasi-covid-19 , diakses pada
tanggal 25 Mei 2020