Thursday, June 3, 2021

analisis hubugan Pemerintah Pusat dan Daerah terkait dengan penanganan Covid 19 di Indonesia,

NAMA : ANGGIE SETIABUDY

NIM : H1A117113

MK : PEMERINTAH DAERAH  (UAS)

Dosen Pengampu : 

- Nopyandri, S.H., LL.M.

- Alva Beriansyah, S.IP., M.I.P.



 I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Penetapan status Pandemi Covid-19 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World

Health Organization) berdasarkan jumlah penyebaran virus bertambah signifikan dan

berkelanjutan secara global, hal ini diresponsi oleh Pemerintah Indonesia dengan

menetapkan status wabah Covid-19 sebagai Bencana Nasional pada tanggal 14 Maret

yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan

Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Sebagai

Bencana Nasional. Selanjutnya Presiden membentuk Gugus Tugas Percepatan

Penanganan Covid-19 dalam rangka mengkoordinasikan kapasitas pusat dan daerah.

Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan sesuatu yang sering

diperbincangkan karena dalam praktiknya masih menimbulkan upaya tarik-menarik

kepentingan (spanning of interest) antara kedua satuan pemerintahan. Terlebih dalam

negara kesatuan, upaya pemerintah pusat untuk selalu memegang kendali atas

berbagai urusan pemerintahan sangat jelas sekali.1 Persoalan relasi pemerintah pusat –

pemerintah daerah kembali mencuat dalam penanganan Covid-19. Kegamangan

terjadi dalam menjawab kewenangan siapa urusan Covid-19 tersebut. Urusan

kesehatan yang didesentralisasikan kepada pemerintah daerah telah menyebabkan

masing-masing daerah menyusun kebijakan sepihak dalam menghadapi penyebaran

Covid-19. Sementara itu pemerintah pusat juga mengambil tindakan sendiri.2

Bentuk tarik menarik tersebut dapat dilihat pada saat pemerintah daerah yang

lebih dahulu mengambil langkah antisipasi dan penanganan Covid-19. Misalnya

kebijakan lockdown lokal yang diambil Bupati Tegal sejak 23 Maret 2020 dengan cara

menutup akses masuk kota dengan beton movable concrete barrier (MBC). Kebijakan

Gubernur Papua yang melakukan penutupan akses keluar-masuk dari pelabuhan,

bandara, darat, termasuk Pos Lintas Batas Negara sejak 26 Maret 2020. Kebijakan

Gubernur Bali sejak 27 Maret 2020, telah menegaskan kepada masyarakat untuk tidak

berkumpul, bekerja, belajar dan beribadah dari rumah. Begitu pun dengan beberapa

daerah lainnya, sedangkan Pemerintah Pusat baru mengeluarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam

Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 pada tanggal 31 Maret 2020. 3 Dengan

demikian menimbulkan persoalan bagaimana pengaturan kewenangan antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam urusan penanganan pandemi

Covid-19.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukakan dalam latar belakang diatas

maka penulis mengangkat permasalahan sebagai berikut :

1 Wijayanti, Septi Nur, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan

republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Media Hukum, Vol.23

No.2, 2016, hlm.194.

2 Katharina, Riris, Relasi Pemerintah Pusat-Daerah Dalam Penanganan Covid-19, Info

Singkat, Vol.XII, No.5/I/Puslit/Maret, 2020, hlm.25.

3 Mandasari, Zayanti :

https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--tarik-menarik-penanganan-covid-19 , diakses

pada tanggal 26 Mei 2020

Bagaimana pengaturan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerah dalam urusan penanganan pandemi Covid-19 menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan?

III. Hasil dan Pembahasan

3.1 Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia

Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis

dari didirikannya suatu negara adalah terbentuknya pemerintah negara yang berlaku

sebagai pemerintah pusat. Kemudian, pemerintah pusat membentuk daerah sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan. Kedaulatan hanya berada di pemerintah

pusat (absolusme). Keseluruhan kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh daerah

merupakan bagian integral dari kebijakan nasional. Perbedaannya, terletak pada

pemanfaatan kearifan, potensi, inovasi, daya saing, dan kreavitas daerah yang

diharapkan mampu mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional secara

keseluruhan.5

Bagir Manan berpendapat bahwa berdasarkan Pasal 18 UUD 1945, terdapat dua

dasar pokok desentralisasi yang melandasi hubungan pusat dan daerah, yakni dasar

permusyawaratan dalam pemerintahan negara dan dasar hak-hak asal-usul yang

bersifat istimewa. Akan tetapi, secara keseluruhan terdapat dua faktor lagi yang

mendasari hubungan pusat dan daerah dalam kerangka desentralisasi, yakni

ke-bhineka-an dan paham negara berdasarkan atas hukum (negara hukum).6

Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki empat

dimensi penting untuk dicermati, meliputi hubungan kewenangan, kelembagaan,

keuangan, dan pengawasan. Pertama, pembagian kewenangan untuk

menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan tersebut akan sangat mempengaruhi

sejauh mana pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki wewenang untuk

menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan, karena wilayah kekuasaan

pemerintah pusat meliputi pemerintah daerah. Untuk itu, dalam hal ini yang menjadi

objek yang diurusi adalah sama, namun kewenangannya yang berbeda. Kedua,

pembagian kewenangan ini membawa implikasi kepada hubungan keuangan, antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ketiga, implikasi terhadap hubungan

kelembagaan antara pusat dan daerah mengharuskan kesehatan mengenai besaran

kelembagaan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas yang menjadi urusan

masing-masing. Keempat, hubungan pengawasan merupakan konsekuensi yang

muncul dari pemberian kewenangan, agar terjaga keutuhan negara kesatuan.7

3.2 Pembagian Urusan Pemerintahan Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah

Pasal 9 ayat (1) menyatakan urusan pemerintahan terdiri atas urusan

pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan

umum. Urusan pemerintahan absolut. Urusan pemerintahan umum adalah urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan.

Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah terdiri atas urusan

pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib

adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua daerah.

Sedangkan urusan pemerintahan pilihan adalah urusan pemerintahan yang wajib

diselenggarakan oleh daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah. Urusan

pemerintah wajib yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah terbagi menjadi

urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan yang tidak

berkaitan dengan pelayanan dasar.

Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan daerah dan pemerintah

pusat dalam urusan pilihan diatur pada Pasal 14 UU Nomor 23 Tahun 2014 adalah

sebagai berikut :

a. Penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta

energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah.

b. Urusan Pemerintahan bidang kehutanan yang berkaitan dengan pengelolaan

taman hutan raya kabupaten/kota menjadi kewenangan daerah

kabupaten/kota.

c. Urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan

dengan pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenangan Pemerintah

Pusat.

d. Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan

dengan pemanfaatan langsung panas bumi dalam daerah kabupaten/kota

menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.

3.3 Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Penanganan Covid-19

Penyebaran Virus Korona (Covid-19) telah menimbulkan berbagai persoalan di

Indonesia. Selain persoalan kesehatan, Covid-19 telah menimbulkan persoalan

ekonomi, sosial, budaya, keamanan, bahkan di bidang pemerintahan. Persoalan yang

muncul dalam bidang pemerintahan yaitu terkait administrasi pemerintahan,

khususnya mengenai relasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam

menghadapi situasi penyebaran Covid-19 dikaitkan dengan urusan kesehatan yang

didesentralisasikan.

Berikut bentuk-bentuk kebijakan dalam penanganan Covid-19 baik dilakukan oleh

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah :

Persoalan dimulai pada saat Presiden Joko Widodo memutuskan untuk memilih

Pulau Natuna sebagai tempat karantina bagi 238 orang Warga Negara Indonesia (WNI)

yang dievakuasi dari Kota Wuhan, sebagai tempat penyebaran Covid-19. Dipilihnya

Pulau Natuna sebagai tempat karantina telah menimbulkan aksi demonstrasi warga

Natuna pada tanggal 1 Februari 2020 (regional. kompas.com, 3 Februari 2020). Sebagai

bentuk protes, Pemerintah Kabupaten Natuna membuat Surat Edaran (SE) Sekda

Natuna Nomor 8000/DISDIK/46/2000 tanggal 2 Februari 2020 mengenai kebijakan

meliburkan kegiatan belajar mengajar di Kabupaten Natuna mulai tanggal 3 – 17

Februari 2020 . SE ini akhirnya dicabut setelah

keluarnya SE Dirjen Otonomi Daerah Nomor T.422.3/666/OTDA tentang Perintah

Pencabutan Libur Sekolah bagi Siswa Pasca-Karantina WNI dari Wuhan

(fokus.tempo.co, 3 Februari 2020). Persoalan selanjutnya pada saat Presiden Joko

Widodo tanggal 2 Maret 2020 mengumumkan dua orang WNI yang tinggal di

Indonesia positif terinfeksi Covid-19, tanpa menyebutkan identitas pasien. Namun,

tidak lama berselang Walikota Depok menyampaikan informasi pasien, lengkap

dengan nama dan alamat, yang telah merugikan pasien karena data pribadi pasien

menjadi konsumsi publik (Media Indonesia, 4 Maret 2020). Perbedaan perilaku aparat

baik di pusat maupun di daerah dalam memberikan informasi pasien kepada publik

memperlihatkan belum adanya satu pintu dari pihak pemerintah untuk

menyampaikan informasi kepada publik terkait Covid-19 di Indonesia. Merespons

pengumuman Presiden Joko Widodo, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil segera

menyatakan Jawa Barat Siaga I Covid-19 (Suara Pembaruan, 3 Maret 2020). Bahkan

Gubernur Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan pernyataan Jakarta dalam keadaan

genting serta mengeluarkan prosedur tindakan yang harus dilakukan masyarakat

dalam hal terindikasi terinfeksi Covid-19. (news.detik.com, 2 Maret 2020). Situasi yang

dinilai kurang sigapnya pemerintah pusat dalam merespons Covid-19 yang sudah

masuk ke Indonesia, yang ditandai dengan munculnya banyak berita simpang siur,

baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, telah menimbulkan berbagai

aksi negatif di masyarakat. Aksi memborong barang di supermarket, menimbun dan

memborong masker, memborong cairan disinfektan, merupakan peristiwa yang harus

segera direspons oleh pemerintah (Koran Tempo, 4 Maret 2020).8

Selanjutnya beberapa daerah menempuh kebijakan lockdown atau karantina

wilayah dengan skala yang berbeda-beda. Kemudian presiden dalam pernyataannya

pada video yang disiarkan Sekretariat Presiden pada tanggal 16 Maret 2020,

menegaskan bahwa lockdown, baik skala nasional maupun daerah, sepenuhnya

kewenangan pemerintah pusat yang tidak boleh diambil pemerintah daerah. Selain itu

terdapat tumpang tindih kebijakan terkait pembatasan pengangkutan orang pada

moda transportasi ojek online (ojol). Di satu sisi ada pejabat pemerintah yang berusaha

melarang dan membatasi guna mencegah penyebaran Covid-19 (dengan aturan

Permenkes No 9 Tahun 2020 dan untuk wilayah Jakarta juga berlaku yang sama

melalui Pergub No 33 Tahun 2020), di sisi lain ada kebijakan memperbolehkan ojol

mengangkut penumpang (dengan aturan Permenhub No 18 tahun 2020).

Selama bahkan pasca pandemi tarik menarik kewenangan pusat dan daerah masih

akan terus terjadi. Bahkan dalam Omnibus Law yang sekarang dibahas oleh DPR dan

Pemerintah (padahal masih pandemi, harusnya ada skala prioritas lain yang dibahas)

sehingga tarik menarik kewenangan semakin nampak dengan perebutan kewenangan

pembatalan Perda. 9 Dalam hal ini Presiden dan DPR RI sebagai pembentuk

undang-undang untuk menyempurnakan rumusan norma yang diselaraskan atau

disinkronisasikan dengan undang-undang maupun putusan Mahkamah Konstitusi

3.4 Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah menurut UU Nomor 6 Tahun 2018

tentang Kekarantinaan Kesehatan

Wewenang dan tanggung jawab mempunyai pengertian yang sama dalam arti

luas, dan dalam arti sempit, tanggung jawab lebih besar peranannya dari pada

wewenang itu sendiri, pemberian tanggung jawab selalu dibarengi dengan

kewenangan.

Pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan

(Selanjutnya disingkat UU Kekarantinaan Kesehatan) antara lain mengatur terkait

tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, hak dan kewajiban,

Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di

Pintu Masuk, penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di wilayah, Dokumen

Karantina Kesehatan, sumber daya Kekarantinaan Kesehatan, informasi Kekarantinaan

Kesehatan, pembinaan dan pengawasan, penyidikan, serta ketentuan pidana.

Ketentuan Pasal 4 UU Kekarantinaan Kesehatan menetapkan bahwa : “Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat

dari penyakit dan/atau Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi

menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat melalui penyelenggaraan

Kekarantinaan Kesehatan”. Kewenangan Pemerintah Pusat kembali ditegaskan dalam

Pasal 10 yaitu :

1. Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut Kedaruratan Kesehatan

Masyarakat.

2. Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut penetapan Pintu Masuk

dan/atau wilayah di dalam negeri yang Terjangkit Kedaruratan Kesehatan

Masyarakat.

3. Sebelum menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, Pemerintah Pusat

terlebih dahulu menetapkan jenis penyakit dan faktor risiko yang dapat

menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan pencabutan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

Selanjutnya, apa peran pemerintah daerah? Pemerintah daerah bersama-sama

dengan pemerintah pusat bertanggung jawab terhadap ketersediaan sumber daya

yang diperlukan, misalnya menyediakan fasilitas kesehatan yang bermutu serta tenaga

kesehatan yang memadai dan berkualitas.

Dalam kaitannya dengan status pandemi Covid-19 menurut WHO sehingga

menimbulkan ancaman yang mengakibatkan bagi kesehatan masyarakat, oleh karena

itu dengan kondisi demikian undang-undang yang tepat diberlakukan mengacu pada

UU Kekarantinaan Kesehatan. Dalam undang-undang tersebut mengatur bahwa

Covid-19 ditetapkan oleh pemerintah pusat sebagai kedaruratan kesehatan

masyarakat. Selain itu pemerintah pusat bersama-sama dengan pemerintah daerah

melakukan upaya terhadap ketersediaan sumber daya yang diperlukan dalam

penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan melalui upaya antara lain : membentuk

gugus tugas penanganan covid-19, menyediakan fasilitas kesehatan,

menyelenggarakan edukasi bahaya covid-19 kepada seluruh masyarakat dengan

memobilisasi seluruh stakeholders untuk berpartisipasi menghadapi covid-19,

menyediakan jaring pengaman sosial serta menangani dampak ekonomi.

Mengingat masih terjadi problem koordinasi, komunikasi dan sinergi yang

sangat dirasakan pada awal pandemi ini dinilai masih kurang. Seharusnya pemerintah

harus merespons cepat pandemi yang pada akhirnya berpengaruh terhadap seluruh

proses penanganan. Namun demikian sudah terlihat bahwa pemerintah

semakin focus dan menyadari bahwa koordinasi penting, salah satunya dicerminkan

dengan keberadaan gugus tugas dan kajian terhadap status berbagai daerah di

Indonesia. Hal ini dilakukan demi kepentingan bersama penanganan kedaruratan

kesehatan covid-19.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal

Katharina, Riris, Relasi Pemerintah Pusat-Daerah Dalam Penanganan Covid-19, Info

Singkat, Vol.XII, No.5/I/Puslit/Maret, 2020.

Tohadi, Kajian Kritis Atas Kewenangan Presiden Untuk Membatalkan Kewenangan

Daerah Dalam Omnibus Law, Jurnal RechtsVinding, Vol.9, No. 1, 2020

Wijayanti, Septi Nur. "Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014." Media Hukum 23, no. 2 (2017): 186-199.

Yusdianto, Yusdianto. "Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah Menurut

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah." Padjadjaran Journal of Law 2, no. 3 (2015): 483-504.

Internet

Chadijah, SIti :

https://reportase.tv/fgd-fakultas-hukum-universitas-pamulang-tarik-menarikkewenangan-

pemerintah-pusat-dan-pemerintah-daerah-dalam-penanganan-co

vid-19/ , diakses pada tanggal 10 Juni 2020

Mandasari, Zayanti :

https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--tarik-menarik-penanganan-covid-

19 , diakses pada tanggal 26 Mei 2020

Letty, Nyimas Lathifah :

http://www.politik.lipi.go.id/kegiatan/1378-webinar-desentralisasi-dan-otono

mi-daerah-relasi-pusat-dan-daerah-dalam-mengatasi-covid-19 , diakses pada

tanggal 25 Mei 2020

Read More

Tuesday, May 11, 2021

Tugas revisi kelompok

 

Nama : anggi setiabudy

Nim h1a117113

Mata kuliah : pemerintah daerah

Dosen pengampu : Alva beriansyah S,IP M.I.P

Pemilihan kepala daerah dan anggota DPRD

1. Pengertian Pemilihan

Pilihan adalah proses formal pengambilan keputusan kelompok di mana anggota masyarakat yang memenuhi persyaratan memilih seseorang untuk memegang jabatan administrasi publik.
Pemilihan umum (disingkat pemilu) adalah proses memilih seseorang untuk mengisi jabatan politik tertentu. Jabatan tersebut beraneka ragam mulai dari jabatan presiden/eksekutif, wakil rakyat/legislatif, di berbagai tingkat pemerintahan sampai kepala desa.

2. Pengertian kepala daerah dan pemilihan kepala daerah

Kepala daerah adalah seorang yang diberikan amanat atau tugas oleh seorang pemerintah pusat untuk menjalankan suatu pemerintahan di daerah. Wakil kepala daerah adalah wakil dari pucuk pimpinan (kepala daerah) di suatu wilayah pemerintahan. Sesungguhnya wakil kepala daerah punya kedudukan yang setara dengan kepala daerah dalam menjalankan roda pemerintahan,  terkecuali dalam penentuan kebijakan.
Pemilihan kepala daerah (Pilkada) merupakan suatu wujud nyata dari demokrasi dan menjadi sarana bagi rakyat dalam menyatakan kedaulatan. Kedaulatan rakyat dapat diwujudkan dalam proses Pilkada untuk menentukan siapa yang harus menjalankan pemerintahan suatu wilayah.

3. Pengertian DPRD dan pemilihan DPRD

Dewan perwakilan rakyat daerah (disingkat DPRD) adalah lembaga perwakilan rakyat, daerah yang berkedudukan  sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah di provinsi/kabupaten/kota. 
     Pemilihan kepala daerah oleh DPRD bukan merupakan suatu hal yang baru di Indonesia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah merupakan undang-undang pertama yang menggagas pemilihan ke MKpala daerah oleh DPRD. Namun, dalam undang-undang tersebut, DPRD tidak sepenuhnya bisa dikatakan sebagai institusi yang memilih kepala daerah. Hal tersebut dikarenakan pada proses akhir pengangkatan, Menteri Dalam Negeri merupakan institusi yang berwenang untuk memilih dan mengangkat salah satu calon kepala daerah yang diajukan oleh DPRD.

3. Proses pemilihan kepala daerah dan anggota DPRD

     Perubahan sistem pemilihan kepala daerah secara langsung lebih ditekankan pada upaya penegakan kedaulatan rakyat dan akutanbilitas dari kepala daerah. Dengan kata lain akan lebih demokratis seperti yang diharapkan dan diamanatkan dalam amandemen UUD 1945 pasal 18 bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih secara demokratis. Dengan pemilihan langsung, maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD Propinsi) tidak lagi berwenang memilih Gubernur dan Wakil Gubernur serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota (DPRD Kabupaten/Kota) tidak lagi berwenang memilih Bupati dan Wakil Bupati/Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
1) Pemilih adalah seluruh warga negara indonesia. Warga Negara tersebut termasuk yang berada di luar negeri.
2) Pemilih telah berusia minimal 17 tahun ke atas atau sudah pernah menikah. Pemilih yang belum berusia 17 tahun tetap tetapi bila susdah atau pernah menikah dapat memiliki hak pilih.
3) Sehat jasmani dan rohani, orang yang mengalami gangguan jiwa tidak mempunyai hak pilih.
4) Tidak sedang dicabut haknya karena kasus pidana dan berdasarkan putusan pengadilan.

Dalam sebuah negara demokrasi, pemilu merupakan salah satu pilar utama dari sebuah proses akumulasi kehendak masyarakat. Dengan adanya Pemilihan secara langsung dimaksudkan antara lain ; Pertama Memilih pemimpin yang kredibel, kapabel dan aceptabel serta mempunyai legitimasi kuat di masyarakat, karena mempunyai mandat langsung dari rakyat dalam rangka membantu pelaksanaan tugas pemerintahan. Kedua, Sebagai wujud berjalannya proses demokratisasi lokal dengan mengembalikan hak kedaulatan ada di tangan rakyat. Ketiga Memperkuat peran Daerah dalam pelaksanaan Good Governance sehingga akan mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat, karena kuatnya dukungan stakeholders di daerah terhadap Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Soal pertanyaan dari kelompok 3 :

Apa maksud dari pemimpin yang kredibel kapabel, acaptabel serta berikan contohnya!

Yang di Jawab oleh kelompok 2 : 

Pemimpin kredibel ialah pemimpin yang memiliki kualitas, kapabilitas atau kekuatan untuk menimbulkan kepercayaan.
Pemimpin yang kapabel merupakan pemimpin yang mampu menunjukkan kemampuan seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam mencapai tujuan melalui kemampuan teknis kemampuan sosial dan kemampuan konseptual.
Sedangkan pemimpin yang acap tabel sama seperti pemimpin kredibel seorang pemimpin yang berkualitas dan memiliki kharisma ia sehingga membuat dia mudah untuk dikenal banyak orang dengan ciri khas karismanya.
Contohnya seorang pemimpin daerah yang memiliki kualitas kemampuan sosial yang baik maupun kemampuan konseptual yang baik dan memiliki karisma yang baik maka mampu menjalankan amanat nya dengan baik pula bahkan dia dapat mensejahterakan masyarakat banyak terutama masyarakat yang ada di sekelilingnya.

Read More

Friday, March 26, 2021

Uts pemerintahan daerah

Nama : anggi setiabudy

Nim : h1a117113

Mk :  pemerintah daerah


Soal

1.bagai mana konsep otonomi daerah?

2.bagai mana konsep1.bagai mana konsep otonomi daerag? desentra lisasi?
3.apa hubungan otonomi daerah dan desentra lisasi?
4.coba analisis tetang otonomi daerah dan desentra lisasi saat ini di indonesia?




.1 Konsep otonomi daaerah menurut Undang-undang nomor 22 tahun 1999, sebagai berikut :

a) Penyelenggaran otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan

aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah.

b) Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.

c) Pelaksanaan otonomi yang luas dan utuh diletakan pada kabupaten dan kota, sedangakn otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.

d) Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serat antar daerah.

e) Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom dan karenanya dalam kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administrasi. Demikian pula kawasan-kawasan khusus yang di

bina oleh pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan pelabuhan, perumahan, kawasan industry, pertambangan, prkebunan, kawasan perhutanan dan perkotaan baru, pariwisata, dan semacamnya berlaku peraturan daerah otonom.

f) Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi legislatif daerah, baik sebagai legislasi, pengawasan, maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah.

g) Pelaksanaan asas dekosentrasi diletakan pada daerah provinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur

sebagi wakil pemerintah pusat Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya dari pemerintah pusat kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah pusat dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana dan sumberdaya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan.



https://www.suara.coi/News/2020/12/07/1459/pengertian-otonomi-daerah-tujuan-dan-asasnya-lengkap.

2  Desentralisasi merupakan suatu istilah yang secara etimologis berasal dari bahasa Latin yaitu de berarti lepas, dan centrum berarti pusat, sehingga bila diartikan, desentralisasi berarti melepaskan diri dari pusat. Dalam makna ketatanegaraan, desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan pemerintahan dari pusat kepada daerah-daerah. Maksud pengertian tersebut bukan berarti daerah dapat berdiri sendiri melepaskan diri dari ikatan negara, tetapi dari sudut ketatanegaraan, desentralisasi berarti pelimpahan kekuasaan pemerintahan dari pemerintah pusat kepada daerah-daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri atau dengan kata lain daerah diberikan otonomi untuk menjadi daerah otonom. 

Konsep Desentralisasi :

a. Konsep Statis

Suatu keadaan dalam organisasi dimana pengambilan kebijakan dan pelaksanaannya tersebar di seluruh pelosok wilayah negara ( diluar puncak hirarki organisasi)

b. Konsep Dinamik

Proses penyebaran kekuasaan atau kewenangan untuk membuat kebijakan dan melaksanakan kebijakan diluar puncak hirarki organisasi negara atau di seluruh pelosok wilayah negara.

sumber:
(slideplayer.info)

3  Hubungan desentralisasi dan otonomi daerah Desentralisasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sedangkan otonomi daerah adalah hak mandiri pemerintah daerah untuk mengatur wilayahnya. Jadi, hubungan desentralisasi dan otonomi daerah adalah, pemerintah daerah berhak mengatur/menjalankan otonomi daerahnya sendiri, berdasarkan asas desentralisasi yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
sumber:https://media.neliti.com/media/publications/218209-otonomi-daerah-dan-desentralisasi-fiskal.pdf

4. Di era pemerintahan Orde Baru, kita mengenal Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 yang menegaskan bahwa otonomi daerah dititik beratkan pada daerah tingkat II. Selanjutnya, pasal 11 undang-undang ini menyebutkan bahwa pelaksanaan otonomi dengan titik berat pada daerah tingkat II dilaksanakan dengan memuat tiga aspek utama, diantaranya sebagai berikut :

a. Aspek administrasi. Aspek administrasi merujuk pada pemerataan dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. 

b Aspek politik. Aspek politik merujuk pada upaya pendemokrasian pemerintah di daerah. 

c. Aspek kemandirian. Aspek kemandirian dimaksudkan agar daerah mampu mandiri, khususnya dalam melaksanakan urusan rumah tangganya sehingga pemerintah daerah dituntut untuk menciptakan kondisi di mana masyarakat ikut berperan serta, kreatif, dan inovatif dalam pembangunan daerah. Dengan demikian, isu mengenai otonomi daerah telah lama diperdebatkan dalam tata pemerintahan Indonesia, terutama dalam konteks hubungan antara pusat dan daerah. Namun, konsep ideal yang tercantum dalam masing-masing undang-undang, terutama UU No. 5 tahun 1974 yang menjadi patokan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia pada masa Orde Baru, belum dapat dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan. Meskipun Undang-Undang No. 5 tahun 1974 telah memberikan penekanan pada Daerah Tingkat II sebagai basis pelaksanaan otonomi daerah, tetapi pada kenyataannya pemerintah pusat dan pemerintah daerah tingkat I masih memegang kendali kekuasaan secara signifikan.

Konsep otonomi menurut UU no. 5 tahun 1974 dipandang sebagai penyebab dari berbagai kekurangan yang menyertai perjalanan pemerintah didaerah selama lebih dari dua dekade terakir (Haris, 2005 : 3).

Asas desentralisasi yang seharusnya menjadi pijakan utama untuk melaksanakan otonomi daerah berada di bawah bayang-bayang asas dekosentrasi. Desentralisasi tidaklah mudah untuk didefinisikan, karena menyangkut berbagai bentuk dan dimensi yang beragam, terutama menyangkut aspek fiskal, politik, perubahan administrasi dan sistem pemerintahan dan pembangunan sosial dan ekonomi.

Sidik (2013 : 1-4). Sebagai konsekuensinya, sentralisme menjadi ciri khas yang mewarnai sepanjang pelaksanaan otonomi daerah di masa Orde Baru. Pada masa ini, isu desentralisasi dalam konteks hubungan kekuasaan antara pusat dan daerah terbatas pada distribusi keuangan ke daerah-daerah, dan tidak pernah menyentuh masalah pembagian kekuasaan (power sharing) sebagai sesuatu yang diperlukan dalam menumbuhkan proses pembangunan demokrasi di daerah, baik antara pusat dengan daerah maupun antara birokrasi dengan masyarakatnya. Oleh karena itu, menjadi tidak mengherankan jika isu desentralisasi dan otonomi tetap menjadi isu yang menarik didiskusikan hingga saat terutama, terlebih ketika negara mengalami kebangkrutan ekonomi dan politik akibat krisis moneter yang berkepanjangan beberapa waktu yanglalu. Ini seolah-olah menjadi momen yang tepat untuk mendesakkan kembali agenda desentralisasidan otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia.
Read More

Tuesday, March 9, 2021

Asas-Asas pemerintahan daerah

Nama anggi setiabudy

Nim h1a117113

Mk : pemerintah daerah


A. otonomi daerah

Otonomi daerah secara harfiah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan nomos. Autos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti aturan atau undang-undang. Sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan, daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.

Otonomi Daerah pada dasarnya sebuah konsep politik (pendapat Koesoemahatmadja, dan Miftah Thoha). Dari berbagai pengertian mengenai istilah ini, pada intinya apa yang dapat disimpulkan bahwa otonomi itu selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonom jika sesuatu itu dapat menentukan dirinya sendiri, membuat hukum sendiri dengan maksud mengatur diri sendiri, dan berjalan berdasarkan kewenangan, kekuasaan, dan prakarsa sendiri. Muatan politis yang terkandung dalam istilah ini, adalah bahwa dengan kebebasan dan kemandirian tersebut, suatu daerah dianggap otonom kalau memiliki kewenangan (authority) atau kekuasaan (power) dalam penyelenggaran pemerintahan terutama untuk menentukan kepentingan daerah maupun masyarakatnya sendiri.

 Konsep Otonomi daerah yang dimunculkan melalui UU No. 22/1999 memiliki substansi otonomi yang lebih jelas di dalam kerangka negara yang demokratis (selama ini orde baru lebih dikenal dengan rejim yang otoriter, demokrasi prosedural daripada substantif) dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut :

Redistribusi kekuasaan Mengembalikan kewenangan pemerintah daerah yang dapat mengatur pemerintahannya sendiri ini dilakukan sebagai jawaban atas pertanyaan sentralisasi yang begitu kuat pada level pemerintah pusat.

Pemberdayaan komunitas dan pemerintahan daerah Proses redistribusi kekuasaan diikuti secara nyata dengan penyerahan urusan- urusan kepada pemerintah daerah seperti pengelolaan SDA, serta urusan lain sebagaimana digariskan dalam UU. 

Efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan 


     Dengan ditempuhnya langkah-langkah tersebut di atas maka diharapkan dapat  menciptakan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan, terjadi distribusi urusan dan kewenangan yang jelas sesuai dengan porsi dan kapasitasnya.


      Harapan - harapan itu muncul seiring dengan proses reformasi 1998 yang berupaya melakukan koreksi atas berbagai praktik penyimpangan pemerintahan, khususnya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang sangat marak semasa pemerintahan Suharto. Diharapkan undang-undang mengenai pemerintah daerah yang muncul pasca reformasi dapat memberikan jawaban dan penyelesaian konkret atas pasang surut hubungan pusat-daerah yang selama ini sangat merugikan daerah.


         Menurut UU No. 23 tahun 2014, bab 1 pasal 1 otonomi daerah adalah hak, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah adalah konsekuensi diterapkannya sistem desentralisasi. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

       Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi daerah seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberikan pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan memberdayakan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi danjenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antar daerah dengan daerah yang lainnya. Artinya, mampu membangun kerja sama antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah harus juga mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.


    Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, terdapat 3 jenis penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi dasar bagi pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah. Asas-asas tersebut adalah desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurus urusan daerahnya sendiri berdasarkan asas otonomi. Lalu Dekonsentrasi , yaitu pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum. Kemudian yang ketiga ialah tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah provinsi kepada daerah kabupaten kota untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi.


B. Konsep Desentralisasi 


 Desentralisasi berasal dari bahasa Latin, yaitu De yang berarti lepas dan Centrum yang artinya pusat. Decentrum berarti melepas dari pusat. Dengandemikian, desentralisasi yang berasal dari sentralisasi yang mendapat awal de berarti melepas atau menjauh dari pemusatan. Desentralisasi tidak putus sama sekali dengan pusat, tetapi hanya menjauh dari pusat. Organisasi yang besar dan kompleks seperti negara Indonesia tak akan efisien jika semua kewenangan politik dan administrasi diletakkan pada puncak hierarki organisasi/Pemerintah Pusat karena Pemerintah Pusat akan menanggung beban yang berat. Juga tidak cukup jika hanya dilimpahkan secara dekonsentratif kepada para pejabatnya di beberapa wilayah negara. Agar kewenangan tersebut dapat diimplementasikan secara efisien dan akuntabel maka sebagian kewenangan politik dan administrasi perlu diserahkan pada jenjang organisasi yang lebih rendah. Penyerahan sebagian kewenangan politik dan administrasi pada jenjang organisasi yang lebih rendah disebut desentralisasi. Jadi, desentralisasi adalah penyerahan wewenang politik dan administrasi dari puncak hierarki organisasi (Pemerintah Pusat) kepada jenjang organisasi di bawahnya (Pemerintah Daerah). 


         Desentralisasi dalam pandangan Rondinelli memiliki arti yang luas yaitu mencakup : 

Dekonsentrasi adalah penyerahan beban kerja dari kementerian pusat kepada pejabat-pejabatnya yang berada di wilayah. Penyerahan ini tidak diikuti oleh kewenangan membuat keputusan dan diskresi untuk melaksanakannya.

Devolusi, yaitu pelepasan fungsi-fungsi tertentu dari pemerintah pusat untuk membuat satuan pemerintah baru yang tidak dikontrol secara langsung. Tujuan devolusi adalah memperkuat satuan pemerintahan di bawah pemerintah pusat dengan cara mendelegasikan fungsi dan kewenangan. Devolusi dalam bentuknya yang paling murni, memiliki 5 ciri fundamental, yaitu sebagai beriku: (a) Pemerintah lokal bersifat otonom dan secara jelas merasa sebagai tingkatan yang terpisah dimana penggunaan kewenangan pusat atau tidak langsung;  (b) Pemerintah lokal memiliki batas yang jelas dan diakusi secara sah dimana mereka memiliki kekuasaan dan menyelenggarakan fungsi-fungsi publik; (c) Pemerintah lokal berkedudukan sebagai badan hukum dan memiliki kekuasaan untuk menyelenggarakan fungsinya; (d) Devolusi mengandung pengertian bahwa pemerintah setempat adalah institusi yang menyediakan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat setempat dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berpartisipasi dalam masalah-masalah setempat; (d) Dalam devolusi terdapat hubungan timbal balik saling menguntungkan dan koordinatif antara pemerintahan pusat dan pemerintahan setempat/lokal.

Delegasi ( Pelimpahan Wewenang pada Lembaga Semi Otonom ) .Selain dalam bentuk dekonsentrasi dan devolusi, desentralisasi juga bisa dilakukan dengan cara pendelegasian pembuatan keputusan dan kewenangan administrasi kepada organisasi-organisasi yang melakukan fungsi-fungsi tertentu yang tidak di bawah pengawasan kementerian pusat. Sebagaimana diketahui bahwa dalam suatu pemerintahan terdapat organisasi-organisasi yang melakukan fungsi-fungsi tertentu dengankewenangan yang agak independent. Organisasi ini adakalanya tidak ditempatkan dalam struktur reguler pemerintah. Misal Badan Usaha Milik Negara, seperti Telkom, Bank, jalan tol, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, badan-badan otoritas. Terhadap organisasi semacam ini pada dasarnya diberikan kewenangan semi independent untuk melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya. Bahkan kadang-kadang berada di luar ketentuan yang diatur oleh pemerintah karena bersifat komersial dan mengutamakan efisiensi daripada prosedur birokratis dan politis. Pendelegasian tersebut menyebabkan pemindahan atau penciptaan kewenangan yang luas pada suatu organisasi yang secara teknis dan administratif mampu menanganinya baik dalam merencanakan maupun melaksanakan. Semua kegiatan yang dilakukan tersebut tidak mendapat supervisi langsung dari pemerintah pusat. 

Privatisasi ( Penyerahan Fungsi Pemerintah Pusat kepada Lembaga Non-Pemerintah ). Desentralisasi juga dapat berupa penyerahan fungsi-fungsi tertentu dari pemerintah pusat kepada lembaga non-pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat. Bentuk ini sering dikenal dengan privatisasi. Privatisasi adalah suatu tindakan pemberian wewenang dari pemerintah kepada badan-badan sukarela, swasta, dan swadaya masyarakat atau dapat pula merupakan peleburan badan pemerintah menjadi badan swasta, misalnya BUMN dan BUMD menjadi PT. Termasuk dalam pengertian ini adalah tindakan pemerintah mentransfer beberapa kegiatan kepada kamar dagang dan industri, koperasi dan asosiasi lainnya untuk mengeluarkan izin-izin, bimbingan dan pengawasan, yang semula dilakukan oleh pemerintah. Dalam bidang sosial, misalnya pemerintah memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada lembaga swadaya masyarakat, pembinaan kesejahteraan keluarga, koperasi tani, dan koperasi nelayan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial dan kesejahteraan keluarga, petani.

    Konsep desentralisasi yang diberlakukan di Indonesia telah memberikan implikasi yang sangat mendasar bukan hanya menyangkut kebijakan administrasi negara atau desentralisasi administrasi seperti yang di jelaskan sebelumnya. Namun juga menyangkut kebijakan fiskal atau desentralisasi fiskal. Dimana Desentralisasi Fiskal yaitu mencakup : 

Alokasi , yaitu fungsi yang sangat terkait erat dengan kewenangan utama bagi pemerintah daerah karena menyangkut alokasi sumber-sumber ekonomi kepada masyarakat. Alokasi kepada masyarakat tersebut terutama terhadap barang publik yang nilainya relatif sangat besar tetapi swasta tidak dapat menyediakan.

Distribusi , adalah peran pemerintah dalam perekonomian dalam mendistribusikan sumber-sumber ekonomi (pendapatan) kepada seluruh masyarakat. Jadi dalam hal ini pemerintah menjamin bahwa seluruh golongan masyarakat dapat mengakses sumber ekonomi dan mendapatkan penghasilan yang layak. Fungsi distribusi ini memiliki keterkaitan erat dengan pemerataan kesejahteraan masyarakat secara proporsional dalam rangka mendorong tercapainya pertumbuhan ekonomi yang optimal.

Stabilisasi , adalah peran pemerintah dalam menjamin dan menjaga stabilisasi perekonomian secara makro (agregat) misalnya mengendalikan laju inflasi, keseimbangan neraca pembayaran, pertumbuhan dan lain - lain .Oleh karena itu fungsi ini berkaitan erat dengan fungsi variabel ekonomi makro dengan berbagai instrumen kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Dengan demikian fungsi ini lebih banyak dimiliki pemerintah pusat dibanding pemerintah daerah.


       Bhenyamin Hoessein (2000:10) menjelaskan bahwa dalam rangka desentralisasi, daerah otonom berada di luar hierarki organisasi Pemerintah Pusat. Sedangkan dalam rangka dekonsentrasi, wilayah administrasi, field administration, berada dalam hierarki organisasi Pemerintah Pusat. Desentralisasi menunjukkan pola hubungan kekuasaan antar-organisasi, sedangkan dekonsentrasi menunjukkan pola hubungan kekuasaan intra organisasi. Karena itu, pola kekuasaan yang tercipta dalam desentralisasi memperlihatkan unsur keterpisahan (separateness) dan kemajemukan struktur dalam sistem politik secara keseluruhan. Setelah daerah mendapatkan penyerahan wewenang politik dan administrasi dari Pemerintah maka urusan yang diserahkan tersebut menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Untuk itu, pembiayaan penyelenggaraan desentralisasi bersumber dari APBD. Pemerintah Daerah mempertanggung-jawabkan penggunaan APBD kepada rakyat Daerah yang bersangkutan.


       Dalam konteks negara kesatuan, penerapan asas sentralisasi dan desentralisasi dalam organisasi negara bangsa bukan bersifat dikhotomis melainkan sebagai kontinum. Artinya, Pemerintah Pusat tidak mungkin menyelenggarakan semua urusan pemerintahan di tangannya secara sentralisasi atau sebaliknya Pemerintah Daerah sepenuhnya menyelenggarakan semua urusan pemerintahan yang diserahkan. Hal yang bisa dilakukan adalah selalu terdapat sejumlah urusan pemerintahan yang sepenuhnya diselenggarakan secara sentralisasi beserta penghalusannya, dekonsentrasi. Akan tetapi, tidak pernah terdapat suatu urusan pemerintahan apa pun yang diselenggarakan sepenuhnya secara desentralisasi. Urusan pemerintahan yang menyangkut kepentingan dan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara lazimnya diselenggarakan secara sentralisasi dan dekonsentrasi. Sedangkan urusan yang mengandung dan menyangkut kepentingan masyarakat setempat (lokalitas) diselenggarakan secara desentralisasi (dalam Bhenyamin Hoessein, pada Sarasehan Nasional Administrasi Negara III, 2002). Dengan demikian, terdapat urusan-urusan yang 100% diselenggarakan secara sentralisasi, seperti pertahanan, politik luar negeri, dan moneter. Kemudian, tidak pernah ada urusan pemerintahan yang 100% diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Kalau toh ada sebagian urusan pemerintahan diserahkan kepada Pemerintah Daerah bukan berarti Pemerintah Pusat melepaskan semua tanggung jawabnya. Oleh karena tanggung jawab akhir penyelenggaraan pemerintahan adalah Pemerintah Pusat maka tidak mungkin Pemerintah Pusat menyerahkan 100% urusan pemerintahan kepada Daerah. Urusan-urusan yang bersifat lokalitas (locality), seperti irigasi, pendidikan, kesehatan, koperasi, industri kecil, pertamanan, dan perpustakaan umum memang diserahkan kepada Daerah, tetapi kadarnya tidak 100%. Pemerintah Pusat masih menangani sebagian urusan yang diserahkan kepada Daerah tersebut, seperti pengawasan dan penentuan standar, kriteria, dan prosedur (dalam Bhenyamin Hoessein, 2001). Sedangkan urusan yang bersifat nasional, misalnya politik luar negeri, keamanan, pertahanan, keuangan, pengaturan hukum, keagamaan, kebijakan ekonomi makro, dan kebijakan politik makro sepenuhnya (100%) menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.


C. Konsep Sentralisasi



   Sentralisasi adalah pemusatan semua kewenangan pemerintahan (politik dan administrasi) pada Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat adalah Presiden dan para Menteri. Jika suatu negara memusatkan semua kewenangan pemerintahannya pada tangan Presiden dan para Menteri, tidak dibagi-bagi kepada pejabatnya di daerah dan atau pada daerah otonom maka disebut sentralisasi. Kewenangan yang dipusatkan di tangan Presiden dan para Menteri (Pemerintah Pusat) tadi adalah kewenangan pemerintahan, bukan kewenangan lain (legislatif dan judikatif). Kewenangan pemerintahan itu ada 2 jenis, yaitu kewenangan politik dan kewenangan administrasi. Kewenangan politik adalah kewenangan membuat kebijakan, sedangkan kewenangan administrasi adalah kewenangan melaksanakan kebijakan. Misal Presiden Megawati menetapkan Program Kabinet Gotong Royong adalah contoh kewenangan politik, sedangkan kebijakan yang ditetapkan para Menteri untuk melaksanakan Program Kabinet Gotong Royong tersebut adalah contoh kebijakan administrasi. Dalam sentralisasi semua kewenangan tersebut baik politik maupun administrasi berada di tangan Presiden dan para Menteri (Pemerintah Pusat). Dengan kata lain, berada pada puncak jenjang organisasi. Sebagai konsekuensinya dalam melaksanakan kewenangan ini anggarannya dibebankan pada APBN.


      Adanya Sentralisasi yaitu dengan tujuan untuk dapat mencegah setiap daerah menjadi mandiri yang berpotensi pada konflik kepentingan atau bahkan memisahkan diri. Selain itu bisa memudahkan penerapan kebijakan umum dan pelaksanaannya disetiap daerah. Kemudian untuk dapat memudahkan dan mempercepat proses pengambilan keputusan yang secara tidak langsung menunjukkan suatu kepemimpinan yang kuat.


    Sentralisasi dalam hal ini juga suatu kewenangan politik yakni sebuah kewenangan untuk dapat membuat dan menetapkan kebijakan, sedangkan kewenangan administrasi yaitu suatu kewenangan dalam melaksanakan sebuah kebijakan tersebut. Sistem sentralisasi ini banyak diterapkan pada sebuah pemerintahan lama yang ada di Indonesia, yaitu pada masa orde baru. Saat ini sentralisasi hanya dapat diberlakukan pada bidang-bidang tertentu saja, seperti halnya pada : Hubungan Internasional , Peradilan ,Pertahanan dan Keamanan , Moneter kemudian Pemerintahan Umum.


    Kelebihan sistem ini adalah di mana pemerintah daerah tidak terlalu terbebani pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan atau pendapat, karena seluruh keputusan dan kebijakan dikoordinasi seluruhnya oleh pemerintah pusat. Kemudian kelemahan dari sistem sentralisasi adalah di mana seluruh keputusan dan kebijakan di daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat, sehingga waktu yang diperlukan untuk memutuskan sesuatu menjadi lama.


D. Dekonsentrasi





       Seiring dengan perkembangan dan dinamika dalam pemerintahan di Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah telah diganti dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 dan diganti kembali dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sehingga Dekonsentrasi saat ini berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Dekonsentrasi menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Pelimpahan sebagian urusan pemerintahan dapat dilakukan kepada gubernur. Selain dilimpahkan kepada gubernur, sebagian urusan pemerintahan dapat pula dilimpahkan kepada:

(a) Instansi vertikal (b) pejabat Pemerintah di daerah. 

    Urusan pemerintahan yang menjadi wewenang Pemerintah yang dapat didekonsentrasikan, diselenggarakan oleh instansi vertikal di daerah, meliputi bidang:

(a) politik luar negeri (b) pertahanan (c) keamanan (d) yustisi (e) moneter dan fiskal nasional (f) agama.

   Urusan pemerintahan yang menjadi wewenang Pemerintah dimaksud didekonsentrasikan kepada perangkat pusat di daerah, diselenggarakan sendiri melalui instansi vertikal tertentu di daerah. Urusan pemerintahan yang didekonsentrasikan kepada instansi vertikal adalah urusan pemerintahan yang ditetapkan menjadi tugas dan fungsi instansi vertikal pada saat pembentukan organisasinya. Apabila di daerah belum terbentuk instansi vertikal yang membidangi politik luar negeri, pertaharan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama, maka sebagian urusan dimaksud dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil Pemerintah. Yang dimaksud dengan instansi vertikal tertentu adalah instansi pusat yang berada di daerah dan merupakan bagian dari kementerian lembaga selain kementerian/lembaga yang membidangi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.


       Dekonsentrasi tidak lebih dari perpanjangan tangan pusat yang dilaksanakan di daerah melalui pejabat-pejabat pusat yang dilaksanakan di daerah yang bersangkutan. Pejabat yang ditugaskan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya ke pusat dan bukan kepada rakyat di daerah tersebut. Manakala kebijakan pusat tidak cocok untuk daerah, pejabat dekonsentrasi tersebut tidak tidak mempunyai diskresi untuk merubah kebijakan tersebut, namun hanya mengusulkan perubahannya ke pusat. Rakyat tidak dapat meminta pertanggung jawaban perihal kebijakan yang telah digariskan pusat. Pejabat dekonsentrasi hanya bertanggung jawab dari aspek pelaksanaan dari kebijakan tersebut.

Read More

Tuesday, February 23, 2021

Sejarah Perkembangan Pemerintahan Daerah di Indonesia dan Konsep Pemerintahan Daerah

 Nama : anggi setiabudy

Nim : h1a117113

Mata kuliah : pemerintah daerah




Sejak awal kemerdekaan sampai sekarang, peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan negara oleh pemerintahan daerah telah mengalami banyak perubahan. Hal tersebut menunjukkan problematika pelaksanaan pemerintahan daerah di Indonesia begitu fluktuatif dan berubah-ubah sesuai dengan kondisi politik yang terjadi. Setidaknya ada 8 tahapan bentuk pemerintahan daerah yang dimana pembagiannya didasarkan pada masa berlakunya Undang-Undang yang mengatur pemerintahan lokal secara umum. Karena pada setiap periode pemerintahan daerah memiliki bentuk dan susunan yang berbeda-beda berdasarkan aturan umum yang ditetapkan melalui undang-undang. Patut juga dicatat bahwa konstitusi yang digunakan juga turut memengaruhi corak dari undang-undang yang mengatur pemerintahan daerah.


1) Tahun 1945 - 1948 ( Awal Kemerdekaan )

   Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah pada awal kemerdekaan diatur dalam UU No. 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah. UU No. 1 Tahun 1945 menyebutkan setidaknya ada tiga jenis daerah yang memiliki otonomi yaitu: Karesidenan, Kota otonom dan Kabupaten. Pemberian otonomi itu dilakukan dengan membentuk Komite Nasional Daerah sebagai Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Sebagai penyelenggara pemerintahan daerah adalah Komite Nasional Daerah bersama-sama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah. Untuk pemerintahan sehari-hari dibentuk Badan Eksekutif dari dan oleh Komite Nasional Daerah dan dipimpin oleh Kepala Daerah. Mengingat situasi dan kondisi pada masa itu tidak semua daerah dapat membentuk dan melaksanakan pemerintahan daerah.

2) Tahun 1948 - 1957 ( Berlakunya UUDS 1950 dan Konstitusi RIS )

   Pada periode ini berlaku Undang-Undang Pokok No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah. UU ini adalah UU pertama kalinya yang mengatur susunan dan kedudukan pemerintahan daerah di Indonesia. UU ini menganut ekonomi material yakni mengatur bahwa pemerintah pusat menentukan kewajiban apa saja yang diserahkan kepada masing-masing daerah titik selain itu juga ditetapkannya struktur administratif daerah yaitu ada Daerah Tingkat I ( Provinsi ) , Daerah Tingkat II ( Kabupaten dan Kota Besar ) , dan juga Daerah Tinggat III ( Desa ) . Arah pemerintahannya yaitu sentralisasi. UU ini berlaku melewati 2 pergantian konstitusi yakni Konstitusi RIS (1949 ) dan UUDS (1950 ). Dalam Konstitusi RIS , daerah Indonesia terdiri atas negara-negara (pasal 2 KRIS )/negara federal , hanya berlaku berlaku di Negara bagian republik Indonesia. Dalam UUDS hanya disebutkan seluruh daerah Indonesia.

3) Tahun 1957 - 1965 ( Kembali UUD 1945 )

  Pada masa ini UU sebelumnya digantikan dengan UU No. 1 Tahun 1957 Tentang Pokok- Pokok Pemerintahan Daerah. Dimana didalamnya menganut sistem otonomi riil yang artinya urusan rumah tangga daerah secara luas diserahkan kepada daerah titik pemerintah pusat hanya mempunyai wewenang yang ditentukan oleh UU. Maka pada fase ini daerah diberikan hak desentralisasi. Di mana pengaturan pembentukan daerah tidak ditentukan berdasarkan rincian kewenangan , tetapi pembagian urusan antar daerah dan pusat. 
 Selain itu juga dilengkapi oleh Dekrit Presiden 5 Juli 1959 , Penetapan Presiden No 6 Tahun 1959 dan Penetapan Presiden No 5 Tahun 1960 Tentang DPRD- Gotong Royong dan Sekretaris Daerah mengatur tentang Pemerintahan Daerah yang isinya :
  •  Membagi tiga tingkatan daerah yakni Daerah Tingkat I ( Provinsi ) , Daerah Tingkat II ( Kab/Kota ) , dan Daerah Tingkat III ( Desa ). 
  •  Kepala Daerah Tingkat I dan II sebagai perwakilan Pemerintah Pusat , sehingga tidak bertanggung jawab kepada DPRD.
  •  Kepala Daerah diberi kedudukan sebagai Pejabat Negara .
Penyesuaian pada tahun 1959 dilaksanakan dengan Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959. Menurut peraturan itu pemerintahan daerah terdiri dari: Eksekutif : Kepala Daerah dengan dibantu Badan Pemerintah Harian (BPH) . Legislatif :Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

4) Tahun 1965 - 1974 

  Pada fase ini berlaku UU No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok- Pokok Pemerintahan Daerah menggantikan UU sebelumnya. UU ini undang-undang ini menegaskan bahwa wilayah republik Indonesia dibagi kedalam daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri . Dalam fase ini dalam periode ini daerah diberikan otonomi riil dan seluas-luasnya , dan itu artinya meletakkan tanggung jawab teritorial rill seluas-luasnya dalam tangan pemerintah daerah, disamping menjalankan politik dekonsentrasi. Politik Dekonsentrasi yaitu melaksanakan kewenangan pemerintah pusat . Karena tidak semua kewenangan diberikan kepada daerah.
  Kemudian struktur daerahnya ada tiga tingkatan Daerah, yaitu Daerah Tingkat I ( Kotaraya ) , Daerah Tingkat II ( Kab/Kotamadya) , dan Daerah Tingkat III ( Kecamatan/Kota Praja ). 
Untuk mempersiapkan pembentukan daerah otonom tingkat III maka dikeluarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 1965 tentang Desapraja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di seluruh Wilayah Indonesia yang dalam artikel ini disingkat menjadi "UU Desapraja".
  Undang-undang menentukan bahwa pemerintahan lokal menggunakan nomenklatur "Pemerintah Daerah". Pemerintah Daerah berhak dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah-tangga daerahnya. Pemerintahan lokal terdiri dari: Legislatif ( Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ) , Eksekutif
( Kepala Daerah dibantu Wakil Kepala Daerah dan Badan Pemerintah Harian ).

5) Tahun 1974 - 1999

   Pada fase ini UU yang berlaku adalah UU No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah . UU ini menyiratkan pola pengaturan yang menyiratkan pola pengaturan yang bersifat menyiratkan pola pengaturan yang bersifat sentralistik di mana pusat sebagai pengendali utama. 
   Menurut UU ini secara umum Indonesia dibagi menjadi satu macam Daerah Otonom sebagai pelaksanaan asas desentralisasi dan Wilayah Administratif sebagai pelaksanaan asas dekonsentrasi.
  •  Struktur Daerah Otonom ( Desentralisasi ) , yaitu Daerah Tingkat I ( Daerah Khusus Ibu kota/Daerah Istimewa ) dan  Daerah Tingkat II ( Kabupaten / Kotamadya ) 
  •  Daerah Tingkatan Wilayah Administratif ( Dekonsentrasi ) , yaitu Tingkat I ( Provinsi/Ibu kota Negara ), Tingkat II ( Kabupaten/Kotamadya ) , Tingkat IIa ( Kota Administratif ), dan Tingkat III ( Kecamatan ) 
  •  Tugas Pembantuan , artinya ada urusan pemerintah yang tidak dapat dilimpahkan ke daerah ( tanggung jawab pusat ) namun dalam pelaksanaannya diperlukan penunjukan ke daerah.
 Pemerintahan lokal terdiri dari Legislatif ( Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ) dan  Eksekutif ( Kepala Daerah ). Selain itu Pemerintahan Desa diatur tersendiri dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Lembaga Musyawarah Desa (LMD). Dalam menjalankan pemerintahan Kepala Desa dibantu oleh Perangkat Desa yang terdiri atas Sekretaris Desa, Kepala-kepala Dusun, dan Kepala-kepala Urusan. Kepala Desa karena jabatannya adalah Ketua LMD. Sekretaris Desa karena jabatannya adalah Sekretaris LMD.

  Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 juga diatur mengenai Kelurahan. Kelurahan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. Pemerintah Kelurahan terdiri atas Kepala Kelurahan dan Perangkat Kelurahan yang meliputi Sekretaris Kelurahan, Kepala-kepala Lingkungan, dan Kepala-kepala Urusan.

6) Tahun 1999 - 2004

  Pasca jatuhnya pemerintahan orde baru, daerah menuntut diberikan otonomi yang lebih luas , penerapan sistem federal hingga tuntutan untuk memisahkan diri dari NKRI yaitu provinsi Irian ,Aceh , dan Riau. Maka dibuatlah undang-undang Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah . Selain itu juga ada UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dimana dalam UU No. 22 Tahun 1999 terdapat tiga landasan filosofi , yaitu keanekaragaman dalam kesatuan, demokrasi yang menekankan pentingnya kedaulatan rakyat, dan pemberdayaan masyarakat. Dalam hal prinsip penyelenggaraan pemerintah yang daerah yang dianut ialah pemberian kewenangan yang luas, bertanggungjawab, dan proporsional.
  Pada pelaksanaan UU ini struktur daerah Otonom yaitu Provinsi , Kabupaten dan Kota. Ketiga jenis daerah tersebut berkedudukan setara dalam artian tidak ada hierarki daerah otonom. Daerah Provinsi berkedudukan juga sebagai wilayah administratif. Dimana titik berat otonomi diletakkan pada kabupaten atau kota dengan kewenangan yang luas sedangkan provinsi yang mempunyai otonomi terbatas. Pembentukan undang-undang ini masih belum bisa berjalan dengan baik. Dimana kekurangan berada pada manajemen pembagian kewenangan pemerintah dan pembagian sumber keuangan daerah. Pembagian bagi hasilnya masih dikuasai oleh Pemerintah kabupaten kota sedangkan provinsi dan pemerintah pusat hanya mendapatkan sebagian kecil . Pemerintahan lokal terdiri dari Badan Legislatif Daerah ( Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ) dan Badan Eksekutif Daerah
( Pemerintah Daerah yang terdiri atas Kepala Daerah dan Perangkat Daerah ).


Berdasarkan hasil amandemen pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 antara lain dikemukakan Pemerintah daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan daerah Kota berhak mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Secara konsep, pemerintahan daerah disamakan dengan konsep local government, yang pada hakikatnya mengandung tiga pengertian yakni pemerintah daerah, pemerintahan daerah dan wilayah pemerintahan. Dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan, pemerintahan daerah dipengaruhi oleh lingkungan alamiah, lingkungan politik, lingkungan ekonomi, lingkungan sosial dan, lingkungan budaya. Maka dapat di katakan pula bahwa konsep dari Pemerintahan Daerah yaitu dimana di dalamnya melingkupi organisasi/lembaga/institusi, fungsi kegiatan pemerintahan dan daerah pemerintahan. Untuk mamahami secara jelas bagaimana konsep dari Pemerintahan Daerah maka kita harus memahami semua hal tersebut yang berkaitan dengan Pemerintahan Daerah . Penjelasannya yaitu sebagai berikut. 

   Seperti yang sudah disinggung di awal tadi bahwa Pemerintahan Daerah mengandung tiga pengertian. Yaitu Pemerintah lokal pada pengertian pertama menunjuk pada organisasi/badan/lembaga yang berfungsi menyelenggarakan pemerintahan daerah. Dalam konteks ini, pemerintah lokal atau pemerintah daerah merujuk pada organisasi yang memimpin pelaksanaan kegiatan pemerintahan daerah, dalam artian ini di Indonesia menunjuk pada Kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kedua lembaga ini yang menggerakkan kegiatan pemerintahan daerah sehari-hari. Oleh karena itu, kedua lembaga ini dimaknai dengan Pemerintah daerah (local government atau local authority). 

   Pemerintahan lokal pada pengertian kedua menunjuk pada kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah daerah melakukan kegiatan-kegiatan pengaturan. Kegiatan ini merupakan fungsi penting yang pada hakikatnya merupakan fungsi untuk pembuatan kebijakan pemerintah daerah yang dijadikan dasar atau arah dalam menyelenggarakan pemerintahan. Hal tersebut sama dengan fungsi pemerintah pusat yang meliputi fungsi legislatif, fungsi eksekutif dan fungsi yudikatif. Pemerintahan daerah (local government) hanya melaksanakan fungsi legislatif dan fungsi eksekutif sedangkan fungsi yudikatif tetap ditangani pemerintah pusat. Fungsi legislatif yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah hakikatnya merupakan fungsi pembuatan kebijakan pemerintahan daerah. Jadi bukan fungsi legislatif seperti halnya fungsi parlemen di mana dalam konteks Indonesia fungsi ini dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan fungsi yudikatif dipegang oleh badan-badan peradilan (Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Negeri dan Pengadilan lainnya) Hoessein berpendapat Istilah legislatif dan eksekutif juga tidak lazim digunakan pada local government. Istilah yang lazim digunakan pada local government adalah fungsi pembuatan kebijakan (policy making function) dan fungsi pelaksanaan kebijakan (policy executing function). Fungsi pembentukan kebijakan dilakukan oleh pejabat yang dipilih melalui pemilu, sedangkan fungsi pelaksanaan kebijakan dilakukan oleh pejabat yang diangkat birokrat lokal (Hoessein dalam Hanif, 2007:24). 
Read More

Tuesday, February 9, 2021

Bentuk Pemerintahan, Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan di Dunia dan Indonesia


Nama anggi setiabudy

Nim h1a117113

Mk : pemerintah daerah


 A. BENTUK NEGARA DI DUNIA


Dunia ini terdiri dari banyak negara yang jumlahnya lebih dari 190. Kesemua negara tersebut mempunyai banyak perbedaan, baik dalam segi luas wilayah, bentuk pemerintahan maupun bentuk negara. Perbedaan- perbedaan tersebut menyebabkan suatu permasalahan tersendiri dalam hubungan antar negara terutama dalam hal penerapan hukum internasional bagi berbagai bentuk negara. Untuk itu perlu diketahui macam- macam bentuk negara agar tercipta hubungan internasional yang baik. Berikut adalah beberapa bentuk negara yang ada di dunia :

1. Negara Federal

Bentuk negara pertama yang akan dipaparkan dalam pembahasan kali ini adalah negara federal. Negara federal sering kali disebut dengan istilah negara serikat. Negara federal dapat diartikan sebagai bentuk negara yang terdari dari kumpulan beberapa negara bagian. Keseluruhan dari negara bagian tersebut diatur dengan peraturan yang mengatur tentang pembagian kewenangan antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian. Hal ini dapat diartikan juga bahwa setiap negara bagian memiliki pemerintah dan konstitusi sendiri. Meski demikian yang menjalankan hubungan internasional dengan pihak luar negeri tetaplah menjadi kewenangan negara federal.

Setiap bentuk negara memiliki cirinya masing- masing. Begitu pula dengan bentuk negara federal.


2. Negara Kesatuan

Kedaulatan ke luar maupun ke dalam dari negara kesatuan sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah pusat. Tidak ada organisasi pemerintahan lain yang berdaulat selain pemerintah pusat. Oleh karena itu, negara yang berbentuk kesatuan hanya memiliki satu kepala negara yang dibantu jajaran mentrinya, atau memiliki satu perlemen saja. Contoh dari negara kesatuan yakni Indonesia, Belanda, Philipina, Jepang dan Itali.

Negara kesatuan hanya membuat satu kebijakan yang berkaitan dengan bidang politik, sosial, ekonomi, dan keamanan. Meskipun negara kesatuan hanya memiliki satu pemerintah pusat, tapi ada dua tipe dalam menjalankan pemerintahannya. Kedua tipe penyelenggaraan pemerintahan negara kesatuan yakni sistem sentralisasi dan sistem desentralisasi. Pada sistem sentralisasi, pemerintah pusat mengatur segala urusan negara secara langsung yang kemaudian dilaksanakan oleh daerah- daerah di bawahnya. Sementara itu dalam sistem desentralisasi, daerah mendapat kewenangan untuk mengatur urusannya sendiri atau yang disebut dengan otonomi daerah. Kewenangan yang diberikan kepada daerah tersebut dikenal dengan istilah hak otonomi. Sistem sentralisasi dan desentralisasi memiliki kelebihannya masing- masing.


3. Negara Konfederasi

Negara konfederasi merupakan negara yang terbentuk dari perkumpulan beberapa negara yang membuat perjanjian internasional yang berisi kewenangan tertentu yang diberikan kepada konfederensi. Meskipun terbentuk dari gabungan beberapa negara, negara konfederensi tidak sama dengan negara federal. Negara- negara yang tergabung dalam konfederasi memiliki kedaulatan penuh, sedangkan negara- negara bagian yang tergabung dalam negara federal tidak berdaulat. 


4. Negara Netral

Pengertian dari bentuk negara netral yakni sebuah negara yang secara sengaja menahan diri untuk tidak terlibat dalam konflik internasional. Meski demikian, netral memiliki arti yang luas. Bentuk negara netral bisa bersifat tetap atau pun sementara. Selain itu, bentuk negara netral juga bisa diartikan politik netral (netralisme positif). Negara yang berbentuk netral tetap mempunyai sifat netral yang dijamin oleh perjanjian- perjanjian internasional. Contohnya Austria dan Swiss.

Sementara itu, negara yang netralnya hanya sementara mempunyai sifat netral sesuai kenginannya sendiri. Sifat netralnya bisa berubah atau dihilangkan sesuai kondisi yang ada, contohnya negara Swedia. Arti bentuk negara netral yang selanjutnya yakni politik netral. Negara- negara yang melaksanakan politik netral yang dalam sejarah Indonesia dikenal dengan politik luar negeri Indonesia bebas aktif tergabung dalam sebuah gerakan yang disebut dengan Non-Blok. Negara- negara non blok tidak memihak kepada kekuatan negara manapun dan juga aktif memberikan usulan mengenai konflik yang terjadi di dunia internasional.


5. Gabungan Negara- Negara Merdeka

Bentuk negara seperti ini terdiri dari dua macam yaitu uni riil dan uni personil. Berikut adalah penjelasan keduanya: 

- Uni Riil

Tipe gabungan negara- negara merdeka yang pertama yakni uni riil. Uni riil merupakan gabungan dua buah negara atau lebih yang terbentuk dari adanya perjanjian internasional . Negara- negara tersebut memiliki satu kepala negara dan melaksanakan hubungan internasionalnya secara bersama- sama. Dalam hal ini, Uni Riil merupakan subjek dari hukum internasional. Sedangkan negara- negara yang berada di dalamnya mempunyai kedaulatan ke dalam.

Antar negara yang tergabung dalam uni riil tidak diperbolehkan untuk berperang. Mereka juga tidak diperkenankan berperang secara terpisah dengan negara lain di luar uni riil.


- Uni Personil

Tipe gabungan negara- negara merdeka yang kedua yakni uni personil. Uni personil terbentuk dari dua negara merdeka yang bergabung karena memiliki kepala negara yang sama. Berbeda dengan uni riil, yang menjadi subjek hukum internasional di sini adalah masing- masing negara yang bergabung dengan sistem politik di berbagai negara. Di masa lalu negara yang pernah menjadi uni personil yaitu Luksenburg dan Belanda. Keduanya bergabung kurang lebih selama 75 tahun yakni dari tahun 1815 sampai tahun 1890. Selain itu, negara Belgia dan Republik Kongo juga pernah menjadi berbentuk uni personil pada tahun 1855 hingga tahun 1908.

Pada era sekarang tidak ada lagi negara yang berbentuk uni riil maupun uni personil. Bentuk gabungan negara- negara merdeka sudah menjadi sejarah dalam hubungan internasional, kecuali negara yang tergabung dalam British Comonwealth of Nation. Mereka sama- sama mengakui Ratu Elizabeth II sebagai pemimpin negara. Contohnya negara Australia dan Kanada.


6. Negara Terpecah

Negara dikatakan terpecah ketika suatu negara yang diduduki oleh negara yang berkonflik pada Perang Dunia 2 memiliki ideologi yang berbeda. Perbedaan ideologi tersebut terjadi akibat perang dingin dan juga konflik antara blok barat dan blok timur. Sebuah negara yang berbeda hakekat ideologi nya kemudian terpecah menjadi 2 negara dengan sistem pemerintahannya masing- masing. Kedua negara tersebut cenderung saling bermusuhan dan mencurigai satu sama lain.


7. Negara Protektorat

Pengertian bentuk negara protektorat bisa diambil dari penamaannya, yakni protect yang berarti melindungi. Dalam bentuk negara protektorat terdapat 2 buah negara yang mana suatu negara kolonial melindungi negara yang berada di bawah kekuasaannya. Karena status mereka yang berbeda, yakni melindungi dan dilindungi maka kewenangan yang dimiliki juga berbeda. Negara kolonial mempunyai beberapa kewenangan atas negara yang berlindung padanya.


8. Negara Kecil

Bentuk negara terakhir yang akan dijabarkan dalam pembahasan kali ini adalah sistem hukum internasional dalam negara kecil. Sesuai dengan penamaannya, mereka yang memiliki bentuk negara kecil adalah negara- negara yang wilayah kedaulatannya tidak begitu luas. Karena wilayah kedaulatannya tidak luas, maka jumlah penduduknya pun tidak banyak atau sangat sedikit. Meskipun berbentuk negara kecil, negara- negara tersebut tetap memiliki dasar hukum dan memenuhi persyaratan untuk menjadi bagian dari subjek hukum internasional.


⏩ Menurut Konstitusi, Negara Indonesia menganut bentuk Negara Kesatuan. Istilah lain dari Negara Kesatuan ini adalah Eenheidstaat. Pada sebuah negara kesatuan, kedaulatan negara tersebut bersifat tunggal dan di dalamnya tidak terdapat negara bagian. Negara kesatuan menempatkan pemerintah pusat sebagai otoritas tertinggi. Sementara wilayah-wilayah administratif di bawahnya hanya menjalankan kekuasaan yang dipilih oleh pemerintah pusat.


Republik Indonesia dalam riwayatnya juga pernah menganut bentuk negara berupa Federasi yang dikenal dengan sebutan Republik Indonesia Serikat (RIS) atau yang dalam bahasa Belanda disebut dengan Verenigde Staten Van Indonesie. Namun, bentuk negara Republik Indonesia Serikat tidak berlangsung lama. Hal ini karena bentuk Negara Federasi memang tidak cocok dengan kondisi Bangsa Indonesia dengan latar belakang yang sangat beragam.


B. SISTEM PEMERINTAHAN DI DUNIA

Sistem pemerintahan yang baik memunculkan pemerintahan yang tak dianggap memberatkan rakyat. Secara luas, itu akan menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas serta minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, politik, pertahanan, ekonomi, dan keamanan. Berikut 6 macam sistem pemerintahan yang ada di dunia :


1. Sistem Pemerintahan Presidensial

Sistem pemerintahan presidensial adalah suatu pemerintahan dimana kedudukan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat, dengan kata lain kekuasaan eksekutif berada di luar pengawasan langsung parlemen. Problematika sistem presidensial pada umumnya terjadi ketika ia dikombinasikan dengan sistem multipartai, apalagi dengan tingkat fragmentasi dan polarisasi yang relatif tinggi.


2. Sistem Pemerintahan Parlementer

Sistem pemerintahan Parlementer merupakan suatu system pemerintahan di mana pemerintah (eksekutif) bertanggung jawab kepada parlemen. Dalam system pemerintahan ini, parlemen mempunyai kekuasaan yang besar dan mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap eksekutif.


3. Sistem Pemerintahan Semipresidensial

Sistem Semipresidensial adalah sistem pemerintahan yang menggabungkan kedua sistem pemerintahan presidensial dan parlementer.

Sistem pemerintahan semipresidensial dapat pula dikatakan dengan dual eksekutif atau eksekutif ganda. Sistem presidensial (presidensiil) atau sistem kongresional merupakan sistem pemerintahan negara republik yang mana kekuasaan eksekutif dipilih dengan pemilu dan terpisah dengan kekuasaan legislatif.


4. Sistem Pemerintahan Komunis

Negara komunis adalah istilah politik yang digunakan untuk mendeskripsikan bentuk pemerintahan suatu negara yang menganut sistem satu partai dan mendeklarasikan kesetiaan kepada komunisme (Marxisme, Leninisme, atau Maoisme). Negara-negara komunis yang masih ada hingga kini adalah : Republik Rakyat Tiongkok.


5. Sistem Pemerintahan Demokrasi Liberal

Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang menganut kebebasan individu.

Secara konstitusional, ini dapat diartikan sebagai hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi.


6. Sistem Pemerintahan Liberal

Sistem pemerintahan Liberal menganut pada asas kebebasan sebagai landasan penetapan kebijakan. Pemerintah tak begitu banyak menetapkan kebijakan. Mayoritas aktivitas pemerintahan negara dijalankan oleh pihak swasta.

Liberal atau liberalisme merupakan sebuah ideologi, pandangan filsafat, serta tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman, bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama.


⏩ Sistem Pemerintahan negara Indonesia adalah sistem presidensial. Sistem presidensial adalah sistem negara yang dipimpin oleh seorang presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan Wakil Presiden secara langsung dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum. Masa jabatan Presiden adalah 5 tahun dalam 1 periode.

Dalam menjalankan pemerintahannya, presiden dibantu oleh para menteri yang dipilih. Presiden mempunyai hak untuk mengangkat dan memberhentikan para menteri. Para menteri atau biasa disebut sebagai kabinet bertanggung jawab terhadap presiden. Dalam menjalankan pemerintahannya, presiden diawasi oleh parlemen yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).



C. BENTUK PEMERINTAHAN DI DUNIA

Setiap negara baik yang berdaulat maupun tidak pasti memiliki pemerintahan. Pemerintah adalah sistem atau sekelompok orang yang mengatur komunitas terorganisir, bisa merupakan sebuah negara atau wilayah di dalam negara. Dalam hal definisi asosiatifnya yang luas, pemerintah biasanya terdiri atas lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. 

Berikut beberapa bentuk pemerintahan yang ada 

di dunia : 


1. Monarki

Monarki atau kerajaan termasuk bentuk pemerintahan tertua di dunia. Negara dipimpin oleh raja, kaisar, syah, atau ratu yang berganti secara turun temurun dan berlangsung seumur hidup. Contoh monarki: Inggris, Belanda, dan Brunei Darussalam.


Monarki sendiri dibagi menjadi:

- Monarki mutlak (absolut), seluruh kekuasaan dan wewenang tidak terbatas (kekuasaan mutlak).

- Monarki Konstitusional, kekuasaan raja dibatasi oleh suatu konstitusi (UUD)

- Monarki Parlementer, ialah suatu monarki di mana terdapat suatu parlemen (DPR), para menteri, baik perseorangan maupun secara keseluruhan, bertanggung jawab sepenuhnya pada parlemen tersebut.


2. Tirani

Tirani adalah pemerintahan yang sewenang-wenang dan dijalankan secara otoriter juga absolut. Ini sekilas sama seperti monarki mutlak, karena kekuasaan ada pada satu orang. Contoh dari bentuk pemerintahan tirani adalah Adolf Hitler di Jerman dan Joseph Stalin dari Uni Soviet.


3. Aristokrasi

Pada bentuk pemerintahan aristokrasi, kekuasaan dipegang oleh beberapa orang yang dianggap mempunyai peran utama dalam negara, misalnya cendekiawan. Prancis adalah contoh negara yang sempat menjalankan bentuk pemerintahan ini, sekitar tahun 1700-an.


4. Oligarki

Hampir sama dengan aristokrasi, oligarki dijalankan oleh beberapa orang yang memegang kuasa. Bedanya, mereka ini diangkat dari sebab kekayaan, keluarga, atau kekuasaan dalam militer.

Negara yang menerapkan oligarki adalah Afrika Selatan, sebelum Nelson Mandela akhirnya menjadi presiden tahun 1994.


5. Demokrasi

Pada bentuk pemerintahan demokrasi, kekuasaan ada di tangan rakyat sehingga setiap warga negara memiliki hak setara dalam mengambil keputusan.

Abraham Lincoln mengatakan satu ungkapan yang terkenal mengenai demokrasi yaitu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.


6. Teknokrasi

Pada bentuk pemerintahan teknokrasi, kekuasaan dipegang oleh pakar teknis seperti ilmuwan, dokter, atau insinyur yang ahli dalam bidang tertentu. Mereka ini berwenang dalam mengambil keputusan negara, tidak hanya para politisi saja.


7. Timokrasi

Dalam bentuk pemerintahan timokrasi, kondisi ideal seperti kehormatan dan kemuliaan pemimpin yang jadi ukuran. Negara akan dipimpin oleh orang yang dianggap punya hal tersebut. Bukan lagi berdasar keturunan, kekuasaan, atau pemberian hak istimewa.


8. Oklokrasi

Kondisi ini terjadi saat massa bersenjata yang anarki masuk dalam pemerintahan secara tidak legal, Squad. Akibatnya rakyat lain menjadi takut, karena negara dikendalikan secara inkonstitusional dan ilegal.


9. Plutokrasi

Pemerintahan diatur oleh konglomerat, yang tercipta akibat kondisi ekstrem. Kesenjangan sosial antara miskin dan kaya sangat terasa dalam plutokrasi. Orang kaya menyetir keputusan politik, militer dan ekonomi suatu negara karena ingin mempertahankan kekayaan.


10. Anarki

Anarkisme mengacu pada ketiadaan pemerintahan, suatu kondisi di mana suatu bangsa atau negara beroperasi tanpa badan pemerintahan terpusat. Ini menunjukkan tidak adanya utilitas atau layanan publik, kurangnya kontrol regulasi, hubungan diplomatik yang terbatas dengan negara-bangsa lain, dan dalam kebanyakan kasus, masyarakat dibagi menjadi pemukiman yang berbeda, yang diperintah secara lokal (atau wilayah kekuasaan).


11. Birokrasi

Birokrasi mengacu pada bentuk pemerintahan di mana pejabat pemerintah (yang ditunjuk tanpa pemilu) menjalankan tanggung jawab publik sebagaimana didikte oleh kelompok pembuat kebijakan administratif.

Dalam birokrasi, aturan, peraturan, prosedur, dan hasil dirumuskan untuk menjaga ketertiban, mencapai efisiensi, dan mencegah favoritisme dalam sistem.


12. Kapitalisme

Kapitalisme mengacu pada suatu bentuk ekonomi di mana produksi didorong oleh kepemilikan pribadi. Kapitalisme mempromosikan gagasan persaingan terbuka dan meluas dari keyakinan bahwa ekonomi pasar bebas yang dengan kontrol regulasi terbatas adalah bentuk paling efisien dari organisasi ekonomi.


13. Kolonialisme 

Kolonialisme adalah bentuk pemerintahan di mana suatu negara akan berusaha untuk memperluas kedaulatannya atas wilayah lain. Dalam istilah praktis, kolonialisme memperluas perluasan kekuasaan negara di luar perbatasannya.

Ini sering kali melibatkan pendudukan penduduk asli dan eksploitasi sumber daya untuk kepentingan bangsa yang berkuasa. Penjajah juga akan memaksakan ekonomi, budaya, tatanan agama, dan bentuk pemerintahannya sendiri pada orang yang diduduki untuk pengawasan otoritasnya sendiri.


14. Komunisme

Dalam bentuknya yang paling murni, Komunisme mengacu pada gagasan tentang kepemilikan bersama atas publik atas ekonomi, termasuk infrastruktur, utilitas, dan alat-alat produksi. Komunisme, sebagaimana diidealkan oleh para pemikir Karl Marx dan Friedrich Engels, menunjukkan tidak adanya perpecahan kelas, yang secara inheren mensyaratkan subversi kelas penguasa oleh kelas pekerja.

Karena itu, komunisme sering kali memasukkan ide aksi revolusioner terhadap pemerintahan yang tidak setara. Komunisme sering memposisikan dirinya sebagai tandingan terhadap stratifikasi ekonomi yang mendasari kapitalisme.


15. Federalisme

Federalisme adalah bentuk pemerintahan yang menggabungkan dan membagi kekuasaan antara otoritas federal yang tersentralisasi dan berbagai otoritas regional dan lokal. Ini biasanya suatu sistem di mana seperangkat negara bagian, teritori, atau provinsi adalah pemerintahan sendiri dan terikat pada otoritas struktur pemerintah yang luas dan menyatukan.

Ini dianggap sebagai keseimbangan dalam pendekatan yang memberikan status kewenangan yang kira-kira sama untuk dua tingkat pemerintahan yang berbeda.


16. Feodalisme

Feodalisme adalah struktur sosial yang berputar di seputar kepemilikan tanah, kemuliaan, dan kewajiban militer. Meskipun bukan cara resmi untuk memerintah, feodalisme mengacu pada cara hidup di mana pembagian yang tajam dan hierarkis memisahkan kelas-kelas bangsawan, pendeta, dan kaum tani.


17. Kleptokrasi

Kleptokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan di mana partai yang berkuasa telah berkuasa, mempertahankan kekuasaan, atau keduanya, melalui korupsi dan pencurian. Ini bukan suatu bentuk pemerintahan yang akan diterapkan oleh suatu kelas yang berkuasa, tetapi sebuah istilah yang merendahkan yang digunakan untuk menggambarkan suatu kelompok yang kekuatannya terletak pada dasar penggelapan, penyelewengan dana, dan transfer sejumlah besar kekayaan dari publik kepada pribadi.

Kepentingan pribadi ini biasanya akan tumpang tindih dengan kepentingan ekonomi partai yang berkuasa itu sendiri.

Read More